Sistem Operasional Asuransi Syariah
Oleh
Amalia Damayanti
NIM : 2016470094
Elya Nurhidayah
NIM : 2016470102
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Asuransi
atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia, adanya peristiwa yang tidak
bisa diprediksi, membuat seseorang khawatir akan kedatangannya, baik dari segi
jiwa maupun harta atau kekayaannya. Oleh karena itu setiap manusia selalu
menghadapi risiko yang merupakan sifat hakiki manusia yang menunjukkan
ketidakberdayaannya dibandingkan dihadapan sang pencipta.
Adanya
lembaga penjamin yang mampu menangani permasalahan tersebut sangatlah
diharapkan. Hadirnya asuransi merupakan jalan terang terbukanya harapan. Sebenarnya
konsep asuransi Islam sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah yang disebut
dengan aqilah. Saat itu suku Arab terdiri atas berbagai suku besar dan
kecil.Sebagaimana diketahui Rasulullah adalah keturunan dari suku Qurais, salah
satu suku yang terbesar.Beberapa ketentuan sistem aqilah yang Rasulullah
buat mengenai ketentuan penyelamatan jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut
menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena perang, pihak dari
tawanan harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskannya.
Asuransi Syariah sudah pasti berbeda dengan
produk asuransi konvensional lainnya. Salah satu perbedaannya adalah
asuransi syariah ini merupakan produk asuransi yang berbasis syariah dimana
ajaran Islam menjadi landasan hukumnya. Sistem operasional asuransi syariah
yang mengedepankan rasa tolong menolong, sebagai sarana perlindungan secara
menyeluruh untuk diri pribadi dan keluarga untuk masa depan.
2.
Fokus Pembahasan
Fokus pembahasan dalam
makalah ini adalah sistem operasional asuransi syariah.
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk membahas sistem operasional asuransi syariah.
B. Pembahasan
1. Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi syariah
adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong
menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal
dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.[1]
Dalam perspektif
ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa
arab taka-fala-yataka-fulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin. Asuransi
dapat diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan dengan pertanggungan atau
penjaminan atas resiko kerugian tertentu.
Dari beberapa
pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya asuransi takaful
merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas segala risiko kerugian,
kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami oleh nasabah (pihak
tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung mengikat perjanjian (penjaminan
resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan sebagainya
berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan disepakati
oleh kedua belah pihak.[2]
2. Prinsip Operasional Asuransi Syariah
Sistem operasional asuransi
syariah dilandasi oleh tiga prinsip. Para ulama dan ahli ekonomi Islam
mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful ditegakkan
atas tiga prinsip:
a. Saling bertanggung jawab
Para peserta asuransi takaful
memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu peserta lain yang mengalami
musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan
niat ikhlas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan
kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling
menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaaan.
b. Saling bekerjasama atau saling membantu
Saling bekerjasama yang
berarti diantara peserta asuransi takaful yang satu dengan yang lainnya
saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang
diderita.
c. Saling melindungi
Saling melindungi
penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful
akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan
keselamatan berupa musibah yang dideritannya.[3]
3. Sistem Operasional Asuransi Syariah
Sistem
operasional asuransi syariah terdapat dua tipe pada asuransi syariah yaitu
sebagai berikut :
a.
Sistem operasional
Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Asuransi jiwa
adalah suatu asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian
finansial yang tak terduga, yang disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat
ataupun hidupnya terlalu lama. Atau definisi asuransi jiwa yaitu suatu kontrak
perjanjian antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi atau insurance, yang dimana
pihakasuransi berjanji untuk membayarkan nominal uang kalau terjadi resiko
kematian terhadap pihak pemegang asuransi/polis.
1)
Akad (perjanjian)
Akad merupakan
salah satu persoalan pokok dalam asuransi konvensional yang menjadikannya haram
oleh para ulama. Karena dengan akad yang ada di asuransi konvensional dapat
berdampak pada munculnya gharar, maisir dan riba. Oleh karena itu
pada asuransi syariah mengatasi masalah-masalah tersebut.[4]
2) Mekanisme Pengelolaan Dana
a) Perusahaan sebagai pemegang amanah
Sistem
operasional asuransi syariah adalah saling tolong bertanggung jawab, saling
membantu, dan saling melingdungi antara para pesertanya. Perusahaan asuransi
syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.
b) Sistem pada produk saving (ada unsur tabungan)
Setiap peserta
wajib membayar sejumlah uang (premi) seara teratur kepada perusahaan. Besar
premi yang dibayarkan terganutng kepada keuangan peserta. Akan tetapi,
perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi
yang dibayarkan akan dipisah dalam 2 rekening tabungan:
(1) Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan
milik peserta yang dibayarkan bila Perjanjian berakhir, Peserta mengundurkan
diri dan Peserta meninggal dunia
(2) Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana
kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk
tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila Peserta
meninggal dunia dan Perjanjian telah berakhir.
Selanjutnya
kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah
dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi asuransi), akan dibagi
menurut prinsip mudharobah dibuat dalam satu perbandingan tetap berdasarkan
perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
3) Sistem
pada produk non saving
Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi
dimasukan dalam rekening tabarru’ perusahaan. Yaitu kumpulan dana yang
diniatkansebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling
membantu dan dibarkan bila peserta meninggal dunia dan perjanjian telah
berakhir.
4) Manfaat
asuransi
a) Manfaat pada produk tabungan
Manfaat
takafulli yang akan diperoleh peserta atau ahli warisnya adalah sebagai berikut
:
(1) Jika peserta meninggal dunia dalam masa
perjanjian maka peserta atau ahli waris akan memperoleh (a) Dana rekening
tabungan yang telah disetor, (b) Bagian keuntungan atas hasil investasi
mudharobah dari rekening tabungan dan (c) Selisih dari manfaat takaful awal
(rencana menabung) dengan premi yang sudah dibayar.
(2) Bila peserta mengundurkan diri sebelum
perjanjian berakhir, maka peserta akan memperoleh (a) Dana rekening tabungan
yang telah disetor dan (b) Bagian keuntungan atas hasil investasi mudharobah
dari rekening tabungan.[5]
5) Sumber Biaya Operasional
Dalam
operasionalnya asuransi syariah yang berbentuk bisnis seperti perseroan
terbatas (PT), sumber biaya operasionalnya menjadi sangat menentukan dalam
perkembangan dan pertumbuhan industri. Lain dengan halnya asuransi syariah yang
berbentuk sosil, mutual, atau koperasi, disini peran pemerintah harus dominan
terutama dalam memberikan subsidi ditahap awal berdirinya asuransi tersebut.
Asuransi syariah yang bersifat sosial tentu tidak terlampaui mengutamakan aspek
manfaat sebesar-besarnya bagi anggotanya sebagaimana fungsi utama asuransi
syariah, yaitu wataawanu alal birri wattaqwa saling menolong dalam kebajikan
dan taqwa.
1) Bagi
hasil surplus underwriting
Bagi hasil yang
diperoleh dari surplus underwriting, yang dibagi secara proporsional antara
peserta dan pengelola dengan nisbah yang telah ditetapkan sebelumnya.
2) Bagi
hasil Investasi
Bagi hasil yang
diperoleh secara proporsional berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah
ditentukan, baik dari hasil investasi dana rekening tabungan peserta maupun
dari rekening tabaaru’.
3) Dana
pemegang saham
Dana yang
disiapkan oleh para pemegang saham maupun modal setor babgi perusahaan, baik
pada tahap awal berdirinya perusahaaan maupun penambahan dana setelah dperusahaan
berjalan, beserta hasil investasi atas dana tersebut.[6]
b. Asuransi
Umum (Kerugian)
Asuransi
Kerugian adalah asuransi yang memberikan jasa kepada tertanggung dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
1) Sistem
Operasional
a) Konsep Takafuli (Tolong Menolong)
Bentuk tolong
menolong ini diwujudkan dalam bentuk kontribusi dana kebajikan (dana tabarru’)
sebesar yang ditetapkan. Apabila ada salah satu dari peserta takafuli atau
peserta asuransi syariah mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung
resiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akumulasi dana tabarru’ yang terkumpul.
b) Perjanjian (Akad)
Akad yang
mendasari kontrak asuransi syariah (Kerugian) adalah akad tabarru’, di mana
pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu (kontribusi/premi) tanpa ada
keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali
hanya mengharapkan keridhaan Allah. Hal ini tentu akan sangat berbeda dengan
akad dalam asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional, akad
yang di gunakan adalah akad Mu’awadhah. Yaitu suatu perjanjian dimana
pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak menerima pengganti dari
pihak yang diberinya.[7]
2) Prinsip-prinsip
Asuransi Syariah (Kerugian)
a) Prinsip berserah Diri dan Ikhtiar
Allah adalah
pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan. Maka menjadi
hak-Nya pula untuk memberikannya kepada siapa saja yang ddikehendakinnya atau
merenggutnya dari siapa saja yang dikehendakinnya. Allah lah yang menentukan
seseorang menjadi kaya dan menentukan seseorang menjadi miskin.
b) Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)
Prinsip yang
paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip tolong menolong baik
untuk Life insurance maupun general insurance. Ini adalah bentuk
solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolong-Menolong atau
dalam Al-Qur’an disebut Ta’awun adalah inti dari semua prinsip dalam
asuransi syariah atau pondasi dasar dalam menegakkan konsep asuransi syariah.
Dalam Al-Qur’an
dijelaskan tentang konsep tolong-menolong. Seperti Allah berfirman :
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. Janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.(QS. Al-Maidah : 2).
c) Prinsip Saling Bertanggung Jawab
Para peserta
asuransi syariah setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu sama lain.
Memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah, hal ini dapat
diperhatikan dari Hadits berikut ini
“Kedudukan
hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan lain
seperti satu tubuh (jasad). Apabila dari satu anggotanya tidak sehat, maka akan
berpengaruh kepada seluruh tubuh”. (HR Bukhari dan Muslim).
d) Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu Membantu
Salah satu
keutamaan umat Islam adalah saling membantu sesamanya dalam kebajikan. Karena,
bantu-membantu merupakan gambaran sifat kerja sama sebagai aplikasi dari
ketakwaan kepada Allah. Ayat Al-Qur’an yang mengandung maksud ini adalah “bekerja
samalah kamu pada perkara-perkara kebajikan dan takwa. Jangan bekerja sama
dalam perkara-perkara dosa dan permusuhan.” (Qs. Al-maidah : 2).
e) Prinsip Ganti Rugi (Indennity)
Kebanyakan
kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity
atau kontrak pergantian kerugian. Penanggung menyediakan penggantian
kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar
daripada kerugian itu. Batas tertinggi kewajiban penanggung berdasarkan prinsip
adalah memulihkan tertanggung pada posisi ekonomi yang sama dengan posisinya
sebelum terjadi kerugian. Hal ini bisa berarti jumlah yang tercantum dalam
polis bukanlah merupakan jumlah yang harus dibayarkan, tetapi menyatakan batas
maksimum.[8]
3) Mekanisme
Pengelolaan Dana
a) Sebagai Pemegang Amanah
Kedudukan
perusahaan asuransi syariah dalam transaksi asuransi kerugian, adalah sebagai mudharib
(pemegang amanah). Asuransi menginvestasikan dana tabarru’ yang
terkumpul dari kontribusi peserta, kepada instrumen investasi yang dibenarkan
oleh syara’. Mudharib berkewajiban untuk membayarkan klaim, apabila ada
salah satu dari peserta mengalami musibah. Juga berkewajiban menjaga dan
menjalankan amanah yang di embannya secara adil, transparan dan profesional.
Dalam mengelola dana peserta yang terkumpul pada kumpulan dana tabarru’,
mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara
syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
b) Mekanisme Pengelolaan Dana
Dalam praktik
dibeberapa perusahaaan kerugian (syariah) di Indonesia dan Malaysia misalnya
Syarikat takaful Malaysia dan Asuransi takaful umum, Tripakarta cabang Syariah,
Bringin Sejahtra cabang Syariah dan Jasindo cabang Syariah, mekanisme
pengelolaan dana adalah sebagai berikut.
Dana dibayarkan
peserta, kemudian terjadi akad mudharabah (bagi hasil) antara mudharib
(pengelola) dan shahibul mal (peserta). Kumpulan dana tersebut
kemudian diinvestasikan secara syariah ke bank syariah maupun keinvestasi
syariah lainnya, lalu dikurangi biaya-biaya operasional (seperti klaim,
reasuransi dll). Selanjutnya profit dilakukan bagi hasil antara mudharib dan
shohibul mall sesuai dengan skim bagi hasil yang telah ditentukan
sebelumnya (misalnya 60:40). Bagian yang 60% untuk mudharib perusahaan
tadi setelah dikurangi biaya administrasi dan sisanya menjadi profit. Sedangkan
bagian yang lain yaitu 40% menjadi profit bagi hasil untuk partisipan.
c) Manfaat Takafuli (Tolong-Menolong)
Manfaat takaful bagi peserta akan diperoleh apabila
terjadi hal-hal berikut :
(1) Dapat dirasakan oleh semua peserta yang ditakdirkan
Allah mendapat musibah kerugian, kecelakaan, kebakaran, kehilangan dan musibah
lainnya yang di cover. Pada saat itulah peserta lainnya melalui dana tabarru’
ikut menanggungnya.
(2) Diperolah setelah masa kontrak berahir. Apabila peserta belum pernah
mendapat klaim dan tidak membatalkan pertanggungannya, maka akan mendapat bagi
hasil bila ada profit sebesar skim mudharabah yang diperjanjikan.[9]
4) Underwriting
Underwriting adalah proses penaksiran moralitas atau morbiditas calon tertanggung untuk
menetapkan apakah calon tertanggung dapat ditutup asuransinya, dan jika dapat
klasifikasi resiko yang sesuai bagi tertanggung. Sedangkan mortalitas adalah
jumlah kejadian meninggal relatif diantara sekelompok orang tertentu, dan
morbiditas adalah jumlah kejadian relatif sakit atau penyakit diantara
sekelompok orang tertentu.
Dengan demikian,
underwriting adalah proses yang
dengannya pengelolanya asurasni syariah mempertimbangkan dan menentukan apakah
akan menerima partisipasi ganti rugi yang dibuat pemohon dan menentukan
syarat-syarat yang akan ditentukan.
Underwriting merupakan proses penyeleaian dan pengelompokan resiko yang akan datang. Tugas ini adalah sebuah elemen yang esensial dalam operasi perusahaan asuransi. Sebab,
maksud underwriting adalah
memaksimalkan laba melalui penerimaan distribusi resiko
yang diperkirakan akan mendatangkan laba. Tanpa underwriting yang efisien, perusahaan
asuransi tidak akan mampu bersaing.[10]
Dalam melakukan
proses underwriting terdapat tiga
konsep penting, yaitu kemungkinan menderita kerugian, tingkat resiko dan hukum
bilangan besar.
5) Klaim (Claims)
Klaim adalah
aplikasi oleh peserta untuk memperoleh pertanggungan atas kerugian yang
tersedia berdasarkan perjanjian. Sedangkan istilah lain Klaim adalah proses
yang mana peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut.
Semua usaha yang diberikan untuk menjamin hak-hak tersebut dihormati sepenuhnya
sebagaimana yang seharusnya. Oleh karena itu penting bagi pengelola asuransi
syariah untuk mengatasi klaim secara efisien.
Allah berfirman
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan
Rosulnya (Muhammad) dan juga janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang
diperayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui”. (Qs Al-Anfaal : 27).
Untuk lebih
memahami proses penyelesaian klaim, kita harus melihat beberapa hal berikut.
a) Jenis Kerugian
Sebelum kita
mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi, kita pahami terlebih dahulu
jenis-jenis kerugian. Secara umum jenis kerugian dapat digolongkan menjadi tiga
(a) Kerugian seluruhnya (total loss), (b) Kerugian sebagian (partian
loss) dan (c) Kerugian pihak ketiga.
b) Penggantian Kerugian
Setelah mengenal
jenis kerugian, selanjutnya dengan penggantian kerugian/kerusakan yang dialami oleh tertanggung dalam perusahaan asuransi
syariah. Cara penggantian mengacu pada kondisi dan kesepakatan yang tertulis
dalam polis. Yaitu pemilihan cara penggantian yang ada pada penanggung apakah
akan mengganti dengan uang tunai, memperbaiki atau membangun ulang obyek yang
mengalami kerusakan.
c) Prosedur Klaim
Secara umum
prosedur klaim pada asuransi kerugian (umum) hampir sama, baik asuransi syariah
maupun konvensional. Adapun yang membedakan dari masing-masing perusahaan
adalah kecepatan dan kejujuran dalam menilai suatu klaim. Pemberitahuan klaim,
bukti klaim kerugian, penyelidikan dan penyelesaian klaim.[11]
6) Reasuransi
Reasuransi syariah
adalah suatu proses saling menanggung antara pemberi sesi dengan penanggung
ulang, dimana ada proses suka sama suka risiko dan persyaraatannya yang
ditetapkan dalam akad. Dalam operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip
syariah, terbebas dari gharar, maisir, dan riba.[12]
7) Tujuan
reasuransi
Tujuan
reasuransi adalah sama, yaitu untuk mengurangi atau memperkecil beban resiko
yang diterimanya dngan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada
pihak penggnung. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung pertama dapat
mengurangi atau memperkecil resiko-resiko yang diterimaya dipandang dari segi
kemungkinan kerugian materiil.[13]
C.
Kesimpulan
1. Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko
yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan
peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Sistem operasional asuransi
syariah dilandasi oleh tiga prinsip yaitu: saling bertanggung jawab, saling
bekerjasama atau saling membantu, saling melindungi.
3. Sistem operasional asuransi
syariah terdapat dua tipe pada asuransi syariah yaitu sebagai berikut: Konsep
asuransi Jiwa dan Konsep Asuransi Umum (Kerugian). Asuransi
jiwa adalah suatu asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian
finansial yang tak terduga, yang disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat
ataupun hidupnya terlalu lama. Asuransi Kerugian adalah asuransi yang
memberikan jasa kepada tertanggung dalam penanggulangan resiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul
dari peristiwa yang tidak pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik. Bandung: Mimbar Pustaka,
2005.
Muhaimin, Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press, 2005.
Sula, M. Syakir. ASURANSI SYARIAH (LIFE AND GENERAL) KONSEP
dan SISTEM OPERASIONAL, Jakarta : GemmaInsani, 2004.
Darmawi, Herman. manajemen Asuransi, Jakarta:Bumi Aksara,
2000.
Amrin, Abdullah. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah,
Jakarta :PT Gramedia, 2011.
[1] Iqbal Muhaimin, Asuransi
Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 2
[2] Hendi Suhendi dan
Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik,(Bandung: Mimbar
Pustaka, 2005), 3-4
[3] Abdullah
Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah,( Jakarta :PT Gramedia
2011), 114
[4] M. Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life And General) Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta : Gemma Insani,
2004 ), 174.
[5] Ibid, 176-179.
[6] Ibid, 180-181
[7] Ibid,
225 - 227
[8] Ibid, 228 - 240
[9] Ibid, 249 - 256
[10] Herman Darmawi, manajemen
Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 31-32
[11] Loc.it, Syakir, 259 - 262.
[12] Ibid.,264
[13] Ibid.,364