DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar
Isi................................................................................................................iii
Bab I : Pendahuluan
A. Latar belakang.............................................................................................1
B.
Rumusan
masalah........................................................................................1
C.
Tujuan..........................................................................................................1
Bab II : Pembahasan
A.
Pengertian Zakat dan Pajak.........................................................................2
B. Persamaan
dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak....................................3
C. Hubungan
Antara Zakat dan Pajak.............................................................6
D. Perundang-undangan
Zakat di Indonesia...................................................8
Bab III : Penutup
Kesimpulan.....................................................................................................11
Daftar pustaka.......................................................................................................12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Zakat adalah hak
tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan
bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah
dan untuk mendekatkan diri kepada–Nya serta membesihkan diri dari
hartanya.Sedangkan pajak adalah, iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang – undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa
secara langsung.
Pajak adalah
kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara
sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan
hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk
merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain
yang ingin dicapai oleh Negara. (Pendapat Yusuf Qardhawi). Zakat dan pajak
meskipun keduanya merupakan kewajiban dalam bidang harta, namum keduanya
merupakan falsafah yang khusus yang keduannya berbeda sifat dan asasnya,
berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula
prinsip, tujuan dan jaminan. Secara sepintas, zakat dan pajak terdapat
persamaan, yaitu sama-sama merupakan kewajiban atas harta yang wajib dibayarkan
dan dikeluarkan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian pajak dan zakat?
2. Apa
persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak?
3. Bagaimana
hubungan antara zakat dan pajak?
4. Apa
perundang-undangan zakat di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian pajak dan zakat
2. Mengetahui
persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak
3. Mengetahui
hubungan antara zakat dan pajak
4. Mengetahui
perundang-undangan zakat di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Zakat dan Pajak
1. Zakat
Zakat
(Bahasa Arab:
زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang
wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan
yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa
berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'. Menurut ketentuan
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu
hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji,
dan puasa yang telah diatur
secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah.
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
a. Zakat
fitrah
Zakat
yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan.
Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada
di daerah bersangkutan.
b. Zakat
maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak,
harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya
sendiri-sendiri.[1]
2. Pajak
Pajak adalah
pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk
kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak
akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk
kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu
sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan
berdasarkan undang-undang.
Ciri-ciri Pajak:
a. Pajak
merupakan kontribusi wajib warga negara.
b. Pajak
bersifat memaksa untuk setiap warga negara.
c. Warga
negara tidak mendapat imbalan langsung.
d. Berdasarkan
undang-undang.[2]
B.
Persamaan
dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak
Pajak dan Zakat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pemenuhan kewajiban baik
dalam kehidupan bernegara maupun beragama. Apapun entitasnya baik individu
maupun korporat. Terutama individu karena untuk korporat atau perusahaan belum
ada kesepakatan kesatuan pemikiran (unity of tought ) dari para ulama
Indonesia. Walau demikian, sudah banyak perusahaan yang membayar zakat atas
dasar kesadaran berkontribusi.
Pada prinsipnya,
baik pajak maupun zakat memiliki persamaan yaitu tujuan yang sama untuk
menyelesaikan masalah ekonomi dan keduanya telah diatur agar dapat dikelola
menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan tadi, yaitu dengan
menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah disahkan pemerintah.
Selain itu tidak semua orang dikenakan kewajiban dua pungutan ini, semuanya
dikembalikan kepada batas minimum untuk dapat dikenakan kewajiban menjadi wajib
bayar pajak dan zakat. Di Pajak batas ini dikenal dengan istilah (Penghasilan
Tidak Kena Pajak) dan Nishab jika pada Zakat.
Secara mendasar
Pajak sendiri berumur lebih muda daripada Zakat, Zakat sudah dikenal jauh
sebelum sistem perpajakan masuk ke Indonesia, pada masa kerajaan Islam berkuasa
di Nusantara, sudah berdiri Baitul Maal yang menjadi pusat pengelolaan keuangan
kerajaan, namun sistem ini secara perlahan mulai digantikan seiring dengan
kedatangan kaum imperialis Eropa yang mengadopsi sistem perpajakan dinegara
mereka.
Sebuah sistem
yang merupakan konsekuensi logis dari Du Contract Sosial atau Perjanjian Sosial
hasil pemikiran JJ. Rousseau. Artinya kondisi ini membuktikan bahwa walaupun
sifatnya lokal, Zakat dapat diandalkan sebagai penopang keuangan negara. Dan
dengan demikian tidak heran jika eksistensi Zakat tidak bisa dihilangkan ketika
membahas perekonomian negara.[3]
1. Persamaan
Zakat dan Pajak
Zakat dan pajak memiliki persamaan karena perintah
mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan tertentu yang
menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam,
sedangkan pajak dibayarkan menurut undang-undang perpajakan yang berlaku dalam
sebuah negara.
Persamaan pajak dan zakat berikutnya adalah besarnya
pembayaran ditentukan menurut prosentase tertentu dan berlaku untuk orang-orang
yang memenuhi syarat. Keduanya juga berperan dalam membangun kesejahteraan
kelompok masyarakat tertentu.
2. Perbedaan
Pajak dan Zakat
Perbedaan zakat dan pajak adalah dalam hal penerimanya.
Zakat dibayarkan melalui amil zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat)
maupun dibayarkan langsung kepada 8 golongan orang yang berhak menerima zakat.
Manfaat zakat dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat.
Sedangkan pajak negara merupakan kewajiban yang
dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan lembaga-lembaga lain yang ditunjuk
oleh Pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak. Manfaat pajak negara tidak
bisa dirasakan langsung oleh masyarakat suatu negara.
Perbedaan pajak dan zakat yang kedua adalah waktu
pembayarannya. Zakat fitrah dibayarkan hanya pada bulan Ramadhan, lalu zakat
harta dibayarkan pada saat telah mencapai nisab dan dimiliki selama setahun.
Sedangkan waktu pembayaran pajak negara adalah satu tahun pembukuan. Misalnya
tenggang waktu pembayaran pajak setiap akhir bulan Maret.
Perbedaan pajak dan zakat yang ketiga adalah benda
yang digunakan sebagai alat pembayaran. Pajak negara umumnya dibayar
menggunakan uang tunai. Sementara itu zakat fitrah boleh dibayarkan dalam
bentuk uang tunai maupun bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.[4]
a. Mengenai
Hakikat dan Tujuannya
Zakat
adalah ibadah yang diwajibkan kepada orang islam, sebagai tanda syukur kepada
Allah SWT dan mendekatkan diri kepadanya. Adapun pajak adalah kewajiban dari
negara semata–mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadat dan
pendekatan diri.
b. Mengenai
Batas Nisab dan Ketentuanya
Zakat
adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat. Dialah yang
menentukan batas nisab bagi setiap macam benda juga Allah memberikan ketentuan
atas kewajibab zakat itu seperlima, sepersepuluh, separuh, sampai seperempat
puluh. Berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan
penguasa baik mengenai objek, presentase, harga dan ketentuannya, bahkan
ditetapkan dan dihapuskan pajak tergantung pada penguasa sesuai dengan
kebutuhan.
c. Mengenai
Kelestarian dan Kelangsungan
Zakat
adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus – menerus, adapun pajak tidak
memiliki sifat yang tetap dan terus – menerus, baik mengenai macam, presentase,
dan kadarnya.
d. Mengenai
Pengeluaranya
Zakat
mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Qur’an dan
dijelaskan oleh Rosulullah SAW dengan perkataan dan perbuatantya, sasaran itu
kemanusiaan dan keislaman, sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum negara, sebagai mana ditetapkan pengaturan oleh
penguasa.
e. Hubungannya
dengan Penguasa
Pajak
selalu berhubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa. Karena
pemerintah yang mengadakan, pemerintah yang memungutnya dan juga membuat
ketentuan wajib pajak, adapun zakat adalah hubungan pezakat dengan Tuhannya,
Allah lah yang memberinya harta dan mewajibkan membayar zakat.
f. Maksud
dan Tujuan
Zakat
mempunyai tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuanya
cukup jelas dan tegas dalam firman Allah mengenai keadaan pemilik harta yang
berkewajiban mengeluarkan zakat, Firmannya adalah : ’’ Ambillah sedekah dari
sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan dan
berdoalah buat mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentuan jiwa bagi
mereka. Sedangkan pajak tidak mempunyai tujuan yang luhur, selain untuk
menghasilkan pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara.[5]
C.
Hubungan
Antara Zakat dan Pajak
Dalam peradaban
Islam dikenal dua lembaga yang menjadi pilar
kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran negara yaitu lembaga zakat dan
lembaga pajak karena sifatnya adalah wajib. Pada prinsipnya zakat dan pajak
adalah dua kewajiban yang mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu
pada ketentuan syariat atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan
penggunaannya, sedang pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang
ditentukan oleh Ulil Amri/pemerintah menyangkut
pemungutan maupun penggunaannya.
Seperti halnya zakat yang merupakan
rukun Islam, umat Islam sejak abad pertama hijriah telah mengenal pajak dengan
sebutan kharaj (pajak hasil bumi/tanaman), sedang pajak dalam pengertian umum
disebut dharibah. Dalam tradisi Islam pajak terdiri atas Kharaj (pajak
bumi/tanaman), Usyur (pajak perdagangan/bea cukai), dan Jizyah (pajak jiwa
terhadap non-muslim yang hidup di dalam naungan negara/pemerintahan Islam).
Dengan demikian, jika ada pendapat yang menyatakan bahwa pajak tidak ada dalam
Islam, pendapat semacam itu memiliki landasan yang lemah.
Hubungan zakat
dan pajak di dalam Islam pernah dibahas dalam Seminar Majelis Ulama Indonesia
(MUI) tahun 1990 oleh almarhum Prof. KH Ibrahim Hosen, LML (Ketua MUI/Ketua
Komisi Fatwa MUI).
Menurut Ibrahim Hosen yang
menamatkan pendidikan pada Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Cairo – Mesir
itu:
“Islam begitu hadir, di
tengah-tengah masyarakat telah hidup bermacam-macam aturan, budaya, adat
istiadat dan lain sebagainya. Dalam menghadapi masalah ini ada tiga macam sikap
Islam; (a) Hal-hal yang bertentangan dengan Islam ditolak secara tegas. (b)
Hal-hal yang bertentangan akan tetapi sudah membudaya dan mengakar di
masyarakat ditolak dengan cara bijaksana, yaitu dibenarkan untuk sementara, tetapi
dicarikan jalan penyelesaian dan pemecahan untuk menuju kepada penghapusan sama
sekali. (c) Yang tidak berlawanan dengan Islam diteruskan, dilestarikan dan
disempurnakan. Contohnya seperti Pajak.”
Ibrahim Hosen
menjelaskan, “Pajak adalah aturan atau sistem yang dapat dibenarkan oleh Islam.
Jauh sebelum Islam datang, sistem perpajakan telah lama dikenal oleh sejarah
umat manusia. Setelah Islam datang, sistem pajak yang ternyata banyak manfaat
dan maslahatnya ini eksistensinya diakui, dibenarkan dan disempurnakan. Tidak
dapat dijadikan dalil bahwa apabila zakat telah dibayar maka kewajiban pajak
gugur, atau sebaliknya bila pajak telah dibayar maka zakat menjadi gugur. Warga
negara Indonesia yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan zakat sebagai realisasi
pelaksanaan perintah agama dan berkewajiban pula membayar pajak sebagai
realisasi ketaatan kepada Ulil Amri/pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama.
Islam memberi wewenang kepada Ulil Amri/pemerintah untuk mengelola zakat dan
pajak.” (Mimbar Ulama, edisi no 150,
Zulhijjah 1409 H – Juli 1990)[6]
D.
Perundang-undangan
Zakat di Indonesia
Zakat termasuk
ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan
mencukupi biaya hidup sehari-hari atau memiliki kekayaan mencapai nisab. Zakat
berfungsi sebagai modal pembangunan negara sehingga perlu dibuatkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tata cara penerimaan, pengelolaan dan penyaluran
dana zakat kepada kelompok masyarakat yang berhak menerima.
Pada era Orde
Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas mengenai tata
cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999 disahkan
Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang No.
17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan. Dasar hukum ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri
Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D tahun 2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, lembaga amil zakat di Indonesia memiliki
ketentuan yang mengikat dalam menerima, mengelola dan menyalurkan dana zakat kepada
kaum dhuafa.
Beragam manfaat
zakat akan terwujud bila terdapat dasar hukum yang mengatur kegiatan amil zakat
mulai dari pengumpulan zakat, pengelolaan, hingga penyalurannya. Undang-undang
zakat ini juga mengharuskan setiap lembaga amil zakat bersikap profesional dan
amanah dalam menyalurkan dana zakat masyarakat Islam kepada mereka yang berhak
menerima.
Selain itu,
dengan pemberlakukan ketentuan hukum tentang zakat di Indonesia maka masyarakat
muslim Indonesia bisa mendapatkan informasi yang tepat seputar pelaksanaan
ibadah zakat. Peran negara dalam hal ini adalah sebagai penyedia sarana dan
prasarana peribadahan warga negaranya sehingga tercipta pemerataan kemakmuran
lahir dan batin di masyarakat.[7]
Amandemen UU Pengelolaan Zakat (UU
No. 23 Tahun 2011)
Salah satu
gagasan besar penataan pengelolaan zakat yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 dan menjiwai keseluruhan pasalnya adalah pengelolaan yang
terintegrasi. Kata “terintegrasi” menjadi asas yang melandasi kegiatan
pengelolaan zakat di negara kita, baik dilakukan Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) di semua tingkatan maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat
legalitas sesuai ketentuan perundang-undangan.
Integrasi dalam
pengertian undang-undang berbeda dengan sentralisasi. Menurut ketentuan
undang-undang, zakat yang terkumpul disalurkan berdasarkan prinsip pemerataan,
keadilan, dan kewilayahan. Melalui integrasi pengelolaan zakat, dipastikan
potensi dan realisasi pengunpulan zakat dari seluruh daerah serta manfaat zakat
untuk pengentasan kemiskinan akan lebih terukur berdasarkan data dan terpantau
dari sisi kinerja lembaga pengelolanya.
Secara keseluruhan pasal-pasal dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah yang sedang disiapkan, memberi ruang dan jaminan bagi terwujudnya
pengelolaan zakat yang amanah, profesional, transparan, akuntabel dan
partisipatif.
Integrasi
pengelolaan zakat menempatkan BAZNAS sebagai koordinator. Peran koordinator
merupakan satu kesenyawaan dengan integrasi. Pengkoordinasian yang dilakukan
BAZNAS inilah yang ke depan akan mengawal jalannya proses integrasi dan sinergi
dari sisi manajemen maupun dari sisi kesesuaian syariah. Hal ini diatur dalam
ketentuan pasal 6 dan 7 Undang-Undang No 23 Tahun 2011 sebagai dasar hukum yang
memberikan ruang terbuka kepada BAZNAS untuk menjalankan fungsi koordinasi.
Ketika LAZ menjadi bagian dari sistem yang dikoordinasikan BAZNAS, maka
posisinya secara hukum menjadi kuat, sehingga prinsip dan tuntunan syariah
dalam Al Quran (QS At Taubah 9 : 103 dan 60) dapat terpenuhi.
Para pengelola
zakat perlu memahami lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat yang akan dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah tentang
Pelaksanaan Undang-Undang, sejatinya
bertujuan untuk menata pengelolaan zakat yang lebih baik. Penataan
sebagaimana dimaksud tidak terlepas dari kepentingan untuk menjadikan amil
zakat lebih profesional, memiliki legalitas secara yuridis formal dan
mengikuti sistem pertanggungjawaban
kepada pemerintah dan masyarakat. Tugas dan tanggung jawab sebagai amil zakat
tidak bisa dilepaskan dari prinsip syariah yang mengaitkan zakat dengan
kewenangan pemerintah (ulil amri) untuk mengangkat amil zakat.[8]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
Zakat adalah harta
tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) sedangkan
Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan
untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Zakat dan pajak
memiliki persamaan karena perintah mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan
menurut aturan tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar
berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak dibayarkan menurut undang-undang
perpajakan yang berlaku dalam sebuah negara. Zakat dibayarkan melalui amil
zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat) maupun dibayarkan langsung kepada
8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Manfaat zakat dapat dirasakan
langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Sedangkan pajak negara
merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan
lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai tempat pembayaran
pajak.
Warga negara Indonesia
yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan zakat sebagai realisasi
pelaksanaan perintah agama dan berkewajiban pula membayar pajak sebagai
realisasi ketaatan kepada Ulil Amri/pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama.
Pada era Orde Baru
rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas mengenai tata cara
pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999 disahkan
Undang-undang No. 38 Tahun 1999. Setelah diamandemen UU pengelolaan zakat
tercantum dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 yang dibentuknya badan zakat pemerintah (BAZNAS)
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
diakses pada 20/03/2018
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya
diakses pada 20/03/2018
Tinjauan Singkat Pajak dan Zakat oleh Erikson
Wijaya, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak,
http://www.pajak.go.id/content/article/tinjauan-singkat-pajak-dan-zakat pada
20/03/2018
https://zakat.or.id/apakah-persamaan-dan-perbedaan-antara-zakat-dan-pajak/
diakses pada 20/03/2018
Qardhawi,Yusuf. Hukum Zakat. (Bogor:Litera Antarnusa
Pustaka Nasional)
http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/zakat-dan-pajak-dalam-islam/
diakses pada 20/03/2018
https://zakat.or.id/undang-undang-pengelolaan-dana-zakat-di-indonesia/
diakses pada 20/03/2018
http://baznas.ciamiskab.go.id/pengelolaan-zakat-dalam-undang-undang-no-23-tahun-2011/
diakses pada 20/03/2018
[2] https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya diakses pada 20/03/2018
[3] Tinjauan Singkat Pajak dan Zakat oleh Erikson Wijaya,
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/article/tinjauan-singkat-pajak-dan-zakat pada 20/03/2018
[4] https://zakat.or.id/apakah-persamaan-dan-perbedaan-antara-zakat-dan-pajak/ diakses pada 20/03/2018
[5] Yusuf Qardhawi, Hukum
Zakat, (Bogor:Litera Antarnusa
Pustaka Nasional) hlm.1000-1005
[8] http://baznas.ciamiskab.go.id/pengelolaan-zakat-dalam-undang-undang-no-23-tahun-2011/ diakses pada 20/03/2018
No comments:
Post a Comment