Makalah Hubungan Zakat, Pajak dan Negara Serta Perundang-Undangan Zakat



DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
Bab I : Pendahuluan
A.    Latar belakang.............................................................................................1
B.     Rumusan masalah........................................................................................1
C.     Tujuan..........................................................................................................1
Bab II : Pembahasan                                  
A.    Pengertian Zakat dan Pajak.........................................................................2
B.     Persamaan dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak....................................3
C.     Hubungan Antara Zakat dan Pajak.............................................................6
D.    Perundang-undangan Zakat di Indonesia...................................................8
Bab III : Penutup
       Kesimpulan.....................................................................................................11
Daftar pustaka.......................................................................................................12

















BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada–Nya serta membesihkan diri dari hartanya.Sedangkan pajak adalah, iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.
Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh Negara. (Pendapat Yusuf Qardhawi). Zakat dan pajak meskipun keduanya merupakan kewajiban dalam bidang harta, namum keduanya merupakan falsafah yang khusus yang keduannya berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula prinsip, tujuan dan jaminan. Secara sepintas, zakat dan pajak terdapat persamaan, yaitu sama-sama merupakan kewajiban atas harta yang wajib dibayarkan dan dikeluarkan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pajak dan zakat?
2.      Apa persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak?
3.      Bagaimana hubungan antara zakat dan pajak?
4.      Apa perundang-undangan zakat di Indonesia?

C.       Tujuan
1.      Mengetahui pengertian pajak dan zakat
2.      Mengetahui persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak
3.      Mengetahui hubungan antara zakat dan pajak
4.      Mengetahui perundang-undangan zakat di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Zakat dan Pajak
1.      Zakat
Zakat (Bahasa Arab: زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah.        
 Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
a.       Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b.      Zakat maal (harta)
       Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.[1]

2.      Pajak
Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
             Ciri-ciri Pajak:
a.  Pajak merupakan kontribusi wajib warga negara.
b.  Pajak bersifat memaksa untuk setiap warga negara.
c.  Warga negara tidak mendapat imbalan langsung.
d. Berdasarkan undang-undang.[2]

B.       Persamaan dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak
Pajak dan Zakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pemenuhan kewajiban baik dalam kehidupan bernegara maupun beragama. Apapun entitasnya baik individu maupun korporat. Terutama individu karena untuk korporat atau perusahaan belum ada kesepakatan kesatuan pemikiran (unity of tought ) dari para ulama Indonesia. Walau demikian, sudah banyak perusahaan yang membayar zakat atas dasar kesadaran berkontribusi.
Pada prinsipnya, baik pajak maupun zakat memiliki persamaan yaitu tujuan yang sama untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan keduanya telah diatur agar dapat dikelola menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan tadi, yaitu dengan menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah disahkan pemerintah. Selain itu tidak semua orang dikenakan kewajiban dua pungutan ini, semuanya dikembalikan kepada batas minimum untuk dapat dikenakan kewajiban menjadi wajib bayar pajak dan zakat. Di Pajak batas ini dikenal dengan istilah (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan Nishab jika pada Zakat.
Secara mendasar Pajak sendiri berumur lebih muda daripada Zakat, Zakat sudah dikenal jauh sebelum sistem perpajakan masuk ke Indonesia, pada masa kerajaan Islam berkuasa di Nusantara, sudah berdiri Baitul Maal yang menjadi pusat pengelolaan keuangan kerajaan, namun sistem ini secara perlahan mulai digantikan seiring dengan kedatangan kaum imperialis Eropa yang mengadopsi sistem perpajakan dinegara mereka.
Sebuah sistem yang merupakan konsekuensi logis dari Du Contract Sosial atau Perjanjian Sosial hasil pemikiran JJ. Rousseau. Artinya kondisi ini membuktikan bahwa walaupun sifatnya lokal, Zakat dapat diandalkan sebagai penopang keuangan negara. Dan dengan demikian tidak heran jika eksistensi Zakat tidak bisa dihilangkan ketika membahas perekonomian negara.[3]
           
1.      Persamaan Zakat dan Pajak
Zakat dan pajak memiliki persamaan karena perintah mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak dibayarkan menurut undang-undang perpajakan yang berlaku dalam sebuah negara.
Persamaan pajak dan zakat berikutnya adalah besarnya pembayaran ditentukan menurut prosentase tertentu dan berlaku untuk orang-orang yang memenuhi syarat. Keduanya juga berperan dalam membangun kesejahteraan kelompok masyarakat tertentu.

2.      Perbedaan Pajak dan Zakat
Perbedaan zakat dan pajak adalah dalam hal penerimanya. Zakat dibayarkan melalui amil zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat) maupun dibayarkan langsung kepada 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Manfaat zakat dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat.
Sedangkan pajak negara merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak. Manfaat pajak negara tidak bisa dirasakan langsung oleh masyarakat suatu negara.

Perbedaan pajak dan zakat yang kedua adalah waktu pembayarannya. Zakat fitrah dibayarkan hanya pada bulan Ramadhan, lalu zakat harta dibayarkan pada saat telah mencapai nisab dan dimiliki selama setahun. Sedangkan waktu pembayaran pajak negara adalah satu tahun pembukuan. Misalnya tenggang waktu pembayaran pajak setiap akhir bulan Maret.
Perbedaan pajak dan zakat yang ketiga adalah benda yang digunakan sebagai alat pembayaran. Pajak negara umumnya dibayar menggunakan uang tunai. Sementara itu zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang tunai maupun bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.[4]
a.       Mengenai Hakikat dan Tujuannya
Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada orang islam, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepadanya. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara semata–mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadat dan pendekatan diri.
b.      Mengenai Batas Nisab dan Ketentuanya
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat. Dialah yang menentukan batas nisab bagi setiap macam benda juga Allah memberikan ketentuan atas kewajibab zakat itu seperlima, sepersepuluh, separuh, sampai seperempat puluh. Berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan penguasa baik mengenai objek, presentase, harga dan ketentuannya, bahkan ditetapkan dan dihapuskan pajak tergantung pada penguasa sesuai dengan kebutuhan.
c.       Mengenai Kelestarian dan Kelangsungan
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus – menerus, adapun pajak tidak memiliki sifat yang tetap dan terus – menerus, baik mengenai macam, presentase, dan kadarnya.
d.      Mengenai Pengeluaranya
Zakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Qur’an dan dijelaskan oleh Rosulullah SAW dengan perkataan dan perbuatantya, sasaran itu kemanusiaan dan keislaman, sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum negara, sebagai mana ditetapkan pengaturan oleh penguasa.

e.       Hubungannya dengan Penguasa
Pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa. Karena pemerintah yang mengadakan, pemerintah yang memungutnya dan juga membuat ketentuan wajib pajak, adapun zakat adalah hubungan pezakat dengan Tuhannya, Allah lah yang memberinya harta dan mewajibkan membayar zakat.
f.       Maksud dan Tujuan
Zakat mempunyai tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuanya cukup jelas dan tegas dalam firman Allah mengenai keadaan pemilik harta yang berkewajiban mengeluarkan zakat, Firmannya adalah : ’’ Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan dan berdoalah buat mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentuan jiwa bagi mereka. Sedangkan pajak tidak mempunyai tujuan yang luhur, selain untuk menghasilkan pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara.[5]

C.      Hubungan Antara Zakat dan Pajak
Dalam peradaban Islam dikenal dua lembaga yang menjadi pilar  kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran negara yaitu lembaga zakat dan lembaga pajak karena sifatnya adalah wajib. Pada prinsipnya zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan syariat atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya, sedang pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Ulil Amri/pemerintah menyangkut  pemungutan maupun penggunaannya.

Seperti halnya zakat yang merupakan rukun Islam, umat Islam sejak abad pertama hijriah telah mengenal pajak dengan sebutan kharaj (pajak hasil bumi/tanaman), sedang pajak dalam pengertian umum disebut dharibah. Dalam tradisi Islam pajak terdiri atas Kharaj (pajak bumi/tanaman), Usyur (pajak perdagangan/bea cukai), dan Jizyah (pajak jiwa terhadap non-muslim yang hidup di dalam naungan negara/pemerintahan Islam). Dengan demikian, jika ada pendapat yang menyatakan bahwa pajak tidak ada dalam Islam, pendapat semacam itu memiliki landasan yang lemah.
Hubungan zakat dan pajak di dalam Islam pernah dibahas dalam Seminar Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1990 oleh almarhum Prof. KH Ibrahim Hosen, LML (Ketua MUI/Ketua Komisi Fatwa MUI).
Menurut Ibrahim Hosen yang menamatkan pendidikan pada Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Cairo – Mesir itu:

“Islam begitu hadir, di tengah-tengah masyarakat telah hidup bermacam-macam aturan, budaya, adat istiadat dan lain sebagainya. Dalam menghadapi masalah ini ada tiga macam sikap Islam; (a) Hal-hal yang bertentangan dengan Islam ditolak secara tegas. (b) Hal-hal yang bertentangan akan tetapi sudah membudaya dan mengakar di masyarakat ditolak dengan cara bijaksana, yaitu dibenarkan untuk sementara, tetapi dicarikan jalan penyelesaian dan pemecahan untuk menuju kepada penghapusan sama sekali. (c) Yang tidak berlawanan dengan Islam diteruskan, dilestarikan dan disempurnakan. Contohnya seperti Pajak.”

Ibrahim Hosen menjelaskan, “Pajak adalah aturan atau sistem yang dapat dibenarkan oleh Islam. Jauh sebelum Islam datang, sistem perpajakan telah lama dikenal oleh sejarah umat manusia. Setelah Islam datang, sistem pajak yang ternyata banyak manfaat dan maslahatnya ini eksistensinya diakui, dibenarkan dan disempurnakan. Tidak dapat dijadikan dalil bahwa apabila zakat telah dibayar maka kewajiban pajak gugur, atau sebaliknya bila pajak telah dibayar maka zakat menjadi gugur. Warga negara Indonesia yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan zakat sebagai realisasi pelaksanaan perintah agama dan berkewajiban pula membayar pajak sebagai realisasi ketaatan kepada Ulil Amri/pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama. Islam memberi wewenang kepada Ulil Amri/pemerintah untuk mengelola zakat dan pajak.”  (Mimbar Ulama, edisi no 150, Zulhijjah 1409 H – Juli 1990)[6]
D.      Perundang-undangan Zakat di Indonesia
Zakat termasuk ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan mencukupi biaya hidup sehari-hari atau memiliki kekayaan mencapai nisab. Zakat berfungsi sebagai modal pembangunan negara sehingga perlu dibuatkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara penerimaan, pengelolaan dan penyaluran dana zakat kepada kelompok masyarakat yang berhak menerima.
Pada era Orde Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999 disahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dasar hukum ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, lembaga amil zakat di Indonesia memiliki ketentuan yang mengikat dalam menerima, mengelola dan menyalurkan dana zakat kepada kaum dhuafa.
Beragam manfaat zakat akan terwujud bila terdapat dasar hukum yang mengatur kegiatan amil zakat mulai dari pengumpulan zakat, pengelolaan, hingga penyalurannya. Undang-undang zakat ini juga mengharuskan setiap lembaga amil zakat bersikap profesional dan amanah dalam menyalurkan dana zakat masyarakat Islam kepada mereka yang berhak menerima.
Selain itu, dengan pemberlakukan ketentuan hukum tentang zakat di Indonesia maka masyarakat muslim Indonesia bisa mendapatkan informasi yang tepat seputar pelaksanaan ibadah zakat. Peran negara dalam hal ini adalah sebagai penyedia sarana dan prasarana peribadahan warga negaranya sehingga tercipta pemerataan kemakmuran lahir dan batin di masyarakat.[7]




Amandemen UU Pengelolaan Zakat (UU No. 23 Tahun 2011)

Salah satu gagasan besar penataan pengelolaan zakat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan menjiwai keseluruhan pasalnya adalah pengelolaan yang terintegrasi. Kata “terintegrasi” menjadi asas yang melandasi kegiatan pengelolaan zakat di negara kita, baik dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di semua tingkatan maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat legalitas sesuai ketentuan perundang-undangan.
Integrasi dalam pengertian undang-undang berbeda dengan sentralisasi. Menurut ketentuan undang-undang, zakat yang terkumpul disalurkan berdasarkan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Melalui integrasi pengelolaan zakat, dipastikan potensi dan realisasi pengunpulan zakat dari seluruh daerah serta manfaat zakat untuk pengentasan kemiskinan akan lebih terukur berdasarkan data dan terpantau dari sisi kinerja lembaga pengelolanya.  Secara keseluruhan pasal-pasal dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang sedang disiapkan, memberi ruang dan jaminan bagi terwujudnya pengelolaan zakat yang amanah, profesional, transparan, akuntabel dan partisipatif.
Integrasi pengelolaan zakat menempatkan BAZNAS sebagai koordinator. Peran koordinator merupakan satu kesenyawaan dengan integrasi. Pengkoordinasian yang dilakukan BAZNAS inilah yang ke depan akan mengawal jalannya proses integrasi dan sinergi dari sisi manajemen maupun dari sisi kesesuaian syariah. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 6 dan 7 Undang-Undang No 23 Tahun 2011 sebagai dasar hukum yang memberikan ruang terbuka kepada BAZNAS untuk menjalankan fungsi koordinasi. Ketika LAZ menjadi bagian dari sistem yang dikoordinasikan BAZNAS, maka posisinya secara hukum menjadi kuat, sehingga prinsip dan tuntunan syariah dalam Al Quran (QS At Taubah 9 : 103 dan 60) dapat terpenuhi.
Para pengelola zakat perlu memahami lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang akan dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang, sejatinya  bertujuan untuk menata pengelolaan zakat yang lebih baik. Penataan sebagaimana dimaksud tidak terlepas dari kepentingan untuk menjadikan amil zakat lebih profesional, memiliki legalitas secara yuridis formal dan mengikuti  sistem pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat. Tugas dan tanggung jawab sebagai amil zakat tidak bisa dilepaskan dari prinsip syariah yang mengaitkan zakat dengan kewenangan pemerintah (ulil amri) untuk mengangkat amil zakat.[8]




























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) sedangkan Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Zakat dan pajak memiliki persamaan karena perintah mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak dibayarkan menurut undang-undang perpajakan yang berlaku dalam sebuah negara. Zakat dibayarkan melalui amil zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat) maupun dibayarkan langsung kepada 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Manfaat zakat dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Sedangkan pajak negara merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak.
Warga negara Indonesia yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan zakat sebagai realisasi pelaksanaan perintah agama dan berkewajiban pula membayar pajak sebagai realisasi ketaatan kepada Ulil Amri/pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama.
Pada era Orde Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999 disahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999. Setelah diamandemen UU pengelolaan zakat tercantum dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 yang dibentuknya badan zakat pemerintah (BAZNAS)






DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat diakses pada 20/03/2018
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya diakses pada 20/03/2018
Tinjauan Singkat Pajak dan Zakat oleh Erikson Wijaya, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/article/tinjauan-singkat-pajak-dan-zakat pada 20/03/2018
https://zakat.or.id/apakah-persamaan-dan-perbedaan-antara-zakat-dan-pajak/ diakses pada 20/03/2018
Qardhawi,Yusuf. Hukum Zakat. (Bogor:Litera Antarnusa Pustaka Nasional)
http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/zakat-dan-pajak-dalam-islam/ diakses pada 20/03/2018
https://zakat.or.id/undang-undang-pengelolaan-dana-zakat-di-indonesia/ diakses pada 20/03/2018
http://baznas.ciamiskab.go.id/pengelolaan-zakat-dalam-undang-undang-no-23-tahun-2011/ diakses pada 20/03/2018


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat diakses pada 20/03/2018
[3] Tinjauan Singkat Pajak dan Zakat oleh Erikson Wijaya, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/article/tinjauan-singkat-pajak-dan-zakat pada 20/03/2018
[5] Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat,  (Bogor:Litera Antarnusa Pustaka Nasional) hlm.1000-1005

No comments:

Post a Comment

Sistem Operasional Asuransi Syariah

Sistem Operasional Asuransi Syariah   Oleh Amalia Damayanti NIM : 2016470094 Elya Nurhidayah NIM : 2016470102   A.      Pend...