Makalah Al-Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil Hukum Syara’



DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
Bab I : Pendahuluan
A.    Latar belakang.............................................................................................1
B.     Rumusan masalah........................................................................................1
C.     Tujuan..........................................................................................................1
Bab II : Pembahasan                                  
A.    Pengertian Sumber dan Dalil.......................................................................2
B.     Al-Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil hukum..............................................2
C.     Al-Qur’an Merupakan Dalil Qath’I dan Zhanni.........................................9
D.    Al-Qur’an sebagai Dalil Kulli dan Juz’I...................................................10
Bab III : Penutup
       Kesimpulan.....................................................................................................11
Daftar pustaka.......................................................................................................12













BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan nama kitab suci Allah Swt. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah kalam Allah berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantaraan malaikat Jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.
Pembahasan Qath’i dan Dzanni, Kully dan Juz’i hanya dapat ditemukan di kalangan ahli ushul fiqh ketika mereka menganalisis kebenaran sumber suatu dalil serta kandungan makna dalil itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih sesuai, Qath’i dalam hukum Islam adalah sesuatu yang bersifat pasti, tidak berubah-ubah dan karena itu bersifat fundamental, yakni nilai kemaslahatan atau keadilan. Sementara Dzanni secara harfiyah berarti persangkaan atau hipotesis yang merupakan kebalikan dari yang Qath’i (kategori). Yakni ajaran atau petunjuk agama baik dari al-Qur'an maupun Hadits Nabi yang bersifat jabaran (implementatif) dari prinsip-prinsip yang universal. Dalil kully adalah dalil yang mempunyai sifat keseluruhan dan tidak menunjukkan kepada sesuatu persoalan tertentu dari perbuatan mukalaf.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Alqur’an sebagai sumber dalil dan hukum?
2.      Cara Al-Qur’an dalam menetapkan hukum?
3.      Bagaimana kehujjahan Al-Qur’an?
4.      Bagaimana definisi dalil Qath’i, Dzanni, Qully, dan Juz’i?

C.       Tujuan
1.      Mengetahui Alqur’an sebagai sumber dalil dan hukum
2.      Mengetahui Cara Al-Qur’an dalam menetapkan hukum
3.      Mengetahui kehujjahan Al-Qur’an
4.      Mengetahui definisi dalil Qath’i, Dzanni, Qully, dan Juz’i
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Sumber dan Dalil
Dalam bahasa Arab, yang dimaksud dengan “sumber” secara etimologi adalah mashdar (مصدر), yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Dalam ushul fiqih kata mashdar al-ahkam al-syar’iyyah (مصادرالاحكام الشرعية) secara terminologi berarti rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Alquran dan Sunnah.
Sedangkan “dalil” dari bahasa Arab al-dalil (الدليل), jamaknya al-adillah (الادلة), secara etimologi berarti:
الهادي الى اي شئ اومعنوي
“Petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material (maknawi).”
Secara terminologi, dalil mengandung pengertian:
مايتوصل بصحيح النظرفيه الى حكم شرعي عملي
Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti) maupun zhanni (relatif).[1]

B.   Al-Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil hukum
1.      Pengertian Al-Qur’an
Kata Al-Qur’an dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata Qara’a yang secara etimologis berarti bacaan, dan atau apa yang tertulis padanya. Subjek dari kata Qara’a berupa isim fa’il yaitu Maqru’, seperti terdapat dalam firman Allah Swt. Surat Al- Qiyamah ayat 17-18:
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di   dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila  Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Al-Qur’an merupakan nama kitab suci Allah Swt. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril.
Dalam kajian ushul fiqih, Al-Qur’an juga disebut beberapa nama seperti:
a.       Al- Kitab, artinya tulisan atau buku. Arti ini mengingatkan pada kita kaum muslimin agar Al-Qur’an dibukukan atau ditulis menjadi suatu buku.
Kata tersebut antara lain dijumpai dalam surat Al- Baqarah ayat 2:

Artinya:  “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk     bagi mereka yang bertaqwa”.

b.      Al-Furqan, Artinya pembeda. Hal ini mengingatkan pada kita agar dalam mencari garis pemisah antara yang hak dan yang bathil, yang baik dan buruk haruslah merujuk padanya. Hal ini menunjukan bahwa Al-Qur’an membedakan sesuatu antara yang hak dan yang bathil. Ini dapat kita jumpai antara lain dalam firman Allah Swt, surat Al-Furqan ayat 1 :
Artinya: “ Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”
c.       Al- Zikr, artinya ingat. Arti ini menunjukan bahwa Al-Qur’an berisi peringatan agar tuntutannya selalu diingat dalam melakukan setiap tindakan. Hal ini dapat kita temukan dalam surat Al- Hijr ayat 9:

Artinya:  “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
d.      Al- Huda, artinya petunjuk. Arti ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang kebenaran hanyalah petunjuk yang di berikannya atau yang mempunyai rujukan kepada Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalam Allah berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.
Para ulama ushul fiqih antara lain mengemukakan bahwa:
1)   Al- Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw. Apabila bukan kalam dan tidak diturunkan kepada Muhammad Saw., maka tidak dinamakan Al-Qur’an, melainkah Zabur, taurat, dan Injil. Ketiga kita yang disebut terakhir ini adalah kalam Allah, tetapi bukan diturunkan kepada Muhammad Saw. Bukti bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah adalah kemukjizatan yang dikandung Al-Qur’an itu sendiri, dari struktur bahasa, isyarat-isyarat ilmiah yang dikandungnya, dan ramalan-ramalan masa depan yang diungkap Al-Qur’an.
2)   Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab Quraisy. Al-Qur’an merupakan nama dari struktur bahasa dan makna yang dikandungnya. Sekalipun ulama Hanafiyyah membolehkan shalat dengan bahasa Parsi, tetapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsah (keringanan hukum), karena ketidakmampuan sebagian orang untuk membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, terlebih lagi bagi yang baru masuk Islam.

Dari definisi Al-Qur’an tersebut diatas, jelaslah bahwa Al-Qur’an mempunyai ciri-ciri khas dan keistimewaan sebagai berikut:
a.       Lafaz dan maknanya datang dari Allah dan disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, melalui Malaikat Jibril dengan jalan wahyu. Nabi tidak boleh mengubah, baik kalimat ataupun pengertiannya selain dari menyampaikan seperti apa yang diterimanya. Oleh karena itu, tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan makna. Dengan demikian, maka Al-Qur’an berbeda dengan hadits, baik hadits Qudsi maupun hadis Nabawi, yang keduanya merupakan ungkapan kalimat dari Nabi dan merupakan perkataan Nabi yang diungkapkan dari makna yang diilhamkan Allah atau yang diwahyukan Allah kepadanya.
  b.      Al-Qur’an diturunkan dengan lafaz gaya bahasa arab.
  Artinya:  “Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya)”.

Oleh karena itu, imam Syafi’I dan lain-lain mewajibkan kaum muslimin untuk mengetahui baca tulis bahasa Arab untuk keperluan membaca Al-Qur’an serta menghafal bagian yang perlu di baca dalam shalat.
3)   Al-Qur’an dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir (diturunkan oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang. Meraka tidak mungkin sepakat untuk berdusta), tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun.
  4)   Membaca setiap kata dalam Al-Qur’an itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hapalan sendiri maupun di baca langsung dari mushaf Al-Qur’an. Dalam hal ini, rasulullah Saw bersabda:
       Artinya: siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka ia mendapat satu kebaikan, satu kebaikan bernilai sepuluh kali. Saya tidak mengatakan alif lam min itu satu huruf tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan min satu huruf.” (HR. Al- Tirmizi dan Al- Hakim dari Abdullah Ibnu Mas’ud)
5)   Al- Qur’an itu dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Tata urutan surat yang terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw., tidak boleh diubah dan diganti letaknya. Dengan demikian, doa-doa yang biasanya ditambahkan di akhir Al-Qur’an, tidak termask Al-Qur’an.[2]

  2.      Dasar Umum dalam Memahami Makna Al-Qur’an
Ada 4 prinsip dasar yang umum dalam memahami makna Al-Qur’an, yaitu:
a. Qur’an merupakan keseluruhan syari’at dan sandinya yang fundamental. Kemukjizatannya tidak terletak pada segi bahasa Arab yang bisa dicapai pemahamannya, tetapi dari segi I’jaznya tidak akan menghalangi untuk dipahami dan dipikirkan maknanya.
b. Sebagian besar ayat-ayat hukum turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya.
Ada dua alasan mengapa harus mengetahuinya:
      a)   Faktor untuk mengetahui kei’jazan Al-Qur’an itu bertumpu pada pengetahuan tentang tuntutan situasi, baik situasi pembicaraan orang yang berbicara maupun orang yang menjadi sasaran pembicaraan, baik secara alternatif ataupun komulatif sekaligus. Pembicaraan yang satu berbeda pemahamannya dalam dua situasi berbeda dan lain-lain. Misalnya kalimat pertanyaan yang satu bisa mengandung beberapa pengertian seperti penetapan, ejekan dan sebagainya. Kalimat perintah bisa mengandung pengertian kebolehan/izin, gertakan, remehan, dan sebagainya. Petunjuk terhadap arti mana yang dikehendaki hanyalah terletak pada tuntutan situasi (keadaan). Namun, petunjuk-petunjuk tidak terdapat pada setiap kalimat yang dipindahkan kerana indikasi atau petunjuk hanya tertuju pada salah satu pengertian yang dikehendaki sehingga tak ada peluang untuk memahaminya keseluruhan atau sebagian. Disinilah arti pentingnya pengetahuan tentang sebab turunnya ayat untuk menghilangkan kesulitan dalam mencari petunjuk tersebut.
      b)  Kehajilan akan sebab-sebab nuzul dapat menjerumuskan ke dalam jurang keraguan dan menempatkan nash yang zahir ke tempat ijmal, sehingga terjadilah perbedaan pendapat. Hal tersebut diatas diperjelas oleh apa yang diriwayatkan tentang Tanya jawab antara Umar bin Khattab dengan Abdullah bin Abbas sekitar terjadinya perselisihan umat Islam sementara Nabinya hanya seorang. Abdullah bertanya kepada Umar, “Pabila Qur’an sudah diturunkan kepada kita, lalu kit abaca dan ketahui sasarannya. Kemudian generasi di belakang kita membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui apa sasaran ayat bersangkutan lalu mereka mempunyai pendapat sendiri terhadapnya. Sehingga mereka akan berbeda pendapat. Perbedaan pendapat berlanjut menjadi pertikaian yang berpuncak pada peperangan”.
      c. Setiap berita kejadian masa lalu yang diungkapkan Al-Qur’an jika terjadi penolakannya baik sebelum atau sesudahnya, maka penolakan tersebut menunjukan secara pasti bahwa isi berita itu sudah di batalkan.
    d.  Kebanyakan hukum-hukum yang diberitahukan oleh Al-Qur’an bersifat Kulli (pokok yang berdaya cukup luas) tidak rinci (disebutkan setiap peristiwa objektif) sepert terungkap dari penelitian.[3]

3.      Cara Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum
               Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki sikap hidup manusia. Karena itu, Al-Qur’an berisi perintah dan larangan, Al-Qur’an memerintahkan yang baik dan melarang yang keji.
Di dalam mengerjakan perintah dan larangan, Al-Qur’an selalu berpedoman pada tiga hal, yaitu:
1)      Tidak memberatkan atau menyusahkan
Misalnya, mengqashar shalat, tidak berpuasa karena musafir, bertayamum, memakan makanan yang terlarang dalam keadaan darurat.
2)      Tidak memperbanyak beban/tuntutan
Misalnya, zakat karena hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu saja, dan lain-lain.
3)      Berangsur-angsur di dalam mensyari’atkan sesuatu
Misalnya, pengharaman minuman keras prosesnya sampai tiga kali.

4.      Kehujjahan Al-Qur’an
Ada alasan yang dikemukakan ulama ushul fiqih tentang kewajiban berujjah dengan Al-Qur’an, diantaranya adalah:
a.    Al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasulullah Saw, diketahui secara mutawattir, dan ini memberi keyakinan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah Swt melalui Malaikat Jibril kepada Muhammad Saw, yang dikenal sebagai orang yang paling percaya.
b.    Banyak ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu datangnya dari Allah, diantaranya dalam surat Ali Imran ayat 3:
Screenshot_4.png
Artinya:  “Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil”.

c.    Mukjizat Al-Qur’an juga merupakan dalil yang pasti tentang kebenaran Al-Qur’an datang dari Allah Swt. Mukjizat Al-Qur’an bertujuan untuk menjelaskan kebenaran Nabi Saw, yang membawa risalah Ilai dengan suatu  perbuatan yang diluar kebiasaan umat manusia. Mukjizat Al-Qur’an, menurut para ahli ushul fiqih dan ahli tafsir terlihat ketika ada tantangan dari berbagai pihak untuk menandingi Al-Qur’an itu sendiri, sehingga para ahli sastra Arab di mana dan kapan pun tidak bisa menandinginya.
Kemukjizatan Al-Qur’an, menurut para ahliushul fiqih terlihat dengan jelas apabila:
a)    Adanya tantangan dari pihak manapun
b)   Ada unsur-unsur yang menyebabkan munculnya tantangan tersebut, seperti tantangan orang kafir yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an dan kerasulan Muhammad Saw.
c)    Tidak ada penghalang bagi munculnya tantangan tersebut.

Unsur-unsur yang membuat Al-Qur’an itu menjadi Mukjizat yang tidak mampu ditandingi akal manusia, diantaranya adalah:
1)        Dari segi keindahan dan ketelitian redaksinya, umpamanya berupa keseimbangan jumlah bilangan kata dengan lawannya, diantaranya seperti al- hayat (hidup) dan al- maut (mati), yang sama-sama berjumlah 145 kali; al- kufr (kekufuran) dan al- iman (iman) sama-sama terulang dalam al-Qur’an sebanyak 17 kali.
2)        Dari segi pemberitaan-pemberitaan gaib yang dipaparkan Al-Qur’an, seperti dalam surat Yunus ayat 92 dikatakan bahwa “badan Fir’aun akan diselamatkan Tuhan sebagai pelajaran bagi generasi-generasi berikutnya,” yang ternyata pada tahun 1896 ditemukan mummi yang menurut arkeolog adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa.
3)        Isyarat-isyarat ilmiah yang di kandung Al-Qur’an, seperti dalam surat Yunus ayat 5 dikatakan, “Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pemantulan dari cahaya matahari.[4]

C.      Al-Qur’an Merupakan Dalil Qath’I dan Zhanni
Al-Qur’an yang diturunkan secara mutawattir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Al-Qur’an adakalanya bersifat qath’I dan adakalanya bersifat zhanni (relatif benar).
Ayat yang bersifat qath’I adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tungal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya. Ayat-ayat seperti ini misalnya, ayat-ayat waris,  hudud, dan kaffarat. Contohnya, Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 11:
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Contoh lain adalah surat An- Nur ayat 2:
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera............”

Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan. Misalnya, lafal musytarak (mengandung pengertian ganda) yaitu kata quru’ yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 228. Kata Quru’ merupakan lafal musytarak yang mengandung dua makna, yaitu suci dan haid. Oleh sebab itu, apabila kata quru’ diartikan suci, sebagimana yang dianut ulama Syafi’iyah adalah boleh (benar), dan jika diartikan dengan haid juga boleh (benar) sebagaimana yang dianut ulama Hanafiah.
Contoh lain adalah firman Allah dalam surat Al- Maidah ayat 38:

Artinya:  “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan ......”
Kata tangan dalam ayat ini mengandung kemungkinan yang dimaksudkan adalah tangan kanan atau tangan kiri, di samping juga mengandung kemungkinan tangan itu hanya sampai pergelangan saja atau sampai siku.

D.      Al-Qur’an sebagai Dalil Kulli dan Juz’I
Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:
1.    Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah akidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud, dan kaffarat.
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagai mana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqoroh :183)
Ayat diatas termasuk kedalam dalil juz’I, karena hanya menunjukkan kepada perintah puasa saja.

2.    Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum , dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali sehari dikerjakan, berapa rakaat untuk satu kali shalat, apa rukun dan syaratnya. Demikian juga dalam masalah zakat, tidak dijelaskan secara rinci, dan berapa benda yang wajib dizakatkan, berapa nisab zakat, dan berapa kadar yang harus di zakatkan.[5]




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalil mengandung pengertian Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti) maupun zhanni (relatif). Al-Qur’an merupakan nama kitab suci Allah Swt. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril.
Di dalam mengerjakan perintah dan larangan, Al-Qur’an selalu berpedoman pada tiga hal, yaitu : Tidak memberatkan atau menyusahkan, Tidak memperbanyak beban/tuntutan, Berangsur-angsur di dalam mensyari’atkan sesuatu.
Dalil qath’I adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tungal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya. Ayat-ayat seperti ini misalnya, ayat-ayat waris,  hudud, dan kaffarat.
Dalil zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan. Misalnya, lafal musytarak (mengandung pengertian ganda).
Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah akidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud, dan kaffarat.
Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum , dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali sehari dikerjakan.








DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhaili, Wahbah. 1986. Ushul Fiqih Alislami. Beirut: Dar al-Fikr dan Wahhab Khalaf, Abdul. 1978. ‘Ilm Ushul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Qalam
Rifa’I, Mohammad. 1973. Fiqih Islam. Bandung: PT. Al- Ma’arif
Wahhab Khallaf, Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Cimahi:Gema risalah press
http://kapanpunbisa.blogspot.co.id/2011/09/al-quran-sebagai-sumber-dan-dalil-hukum.html diakses pada 10 Maret 2018
Djazuli, H.A. dan Nurol Aen. Ushul Fiqih(Metodologi Hukum Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


[1] Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqih Alislami (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), hlm. 417. dan Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hlm. 20.
[2] Drs. Moh. Rifa’I, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Al- Ma’arif,1973), hlm 32
[3] Abdul wahhab khallaf,  Ilmu Ushul Fiqh, (Cimahi:Gema risalah press), hlm 32
[5] Prof. Drs. H.A. Djazuli, Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih(Metodologi Hukum Islam),(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) , hlm 50

No comments:

Post a Comment

Sistem Operasional Asuransi Syariah

Sistem Operasional Asuransi Syariah   Oleh Amalia Damayanti NIM : 2016470094 Elya Nurhidayah NIM : 2016470102   A.      Pend...