DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar
Isi................................................................................................................iii
Bab I : Pendahuluan
A. Latar belakang.............................................................................................1
B.
Rumusan
masalah........................................................................................2
C.
Tujuan..........................................................................................................2
Bab II : Pembahasan
A.
Prinsip Bank
Syariah....................................................................................3
B. Perubahan
Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah….4
C. Persyaratan
dan Tata Cara Perizinan Perubahan Kegiatan Menjadi Bank Umum Syariah.............................................................................................5
D. Pengaturan
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah Ditinjau Dari Hukum Positif......................................................................................7
E. Pengaturan
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah Ditinjau Dari Hukum Islam........................................................................................9
Bab III : Penutup
Kesimpulan.....................................................................................................12
Daftar pustaka.......................................................................................................14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Peranan institusi perbankan yang diberikan dalam
perekonomian suatu negara, bahkan
dalam perekonomian dunia saat ini,merupakan fakta yang tak
terbantahkan. Belakangan ini
banyak bank konvensional
yangmengkonversi menjadi bank syari’ah; Bank Mandiri Syariah,bank IFI
Syariah, Unit BNI Syari’ah, Unit Bank BRI Syariahdan Danamon Syariah merupakan
deretan nama bank yangdapat dijadikan contoh model konversi, serta bank-bank
lainyang sedang mengkonversi menjadi syari’ah.
Pada
hakekatnya hubungan manusia dengan agama terbangun secara fitrah. Hal ini
ditandai dengan realitas yang memperlihatkan besaran porsi kebutuhan manusia
untuk melengkapi dirinya dengan agama, baik dalam rangka untuk mengabdikan diri
kepada sang pencipta maupun dalam rangka menjalin hubungan dengan lingkungan
dan sesama makhluk. Pendirian bank dengan prinsip-prinsip syari’ahmerupakan
salah satu bagian dari keinginan manusia untuk bisa hidup di dunia dengan
menjalankan perintah agama. Adanya hasrat memikirkan dunia dan Tuhan mendorong
manusia beriman dan berbuat baik pada sesamanya. Pengakuan tentang keterkaitan
nilai (agama) dan ekonomi bukan hanya klaim Islam tetapi juga ekonomi
konvensional.
Pertimbangan
ideologis dari konversi adalah menghindari dari memakan riba. Islam memang
mengharamkan riba, tetapi masih memperdebatkan posisi bunga bank. Supaya tidak
terusberada pada keraguan maka dibukalah bank syari’ah. Secara umum, baik dalam
jual beli maupun pinjam meminjam, praktek riba memiliki pola sebagai berikut;
Pertama, seseorang menjual barang pada
pembeli berdasarkan kesepakatan harga dan tenggang waktu tertentu. Jika dalam
tenggang waktu itu pembeli tidak dapat membayar, maka pihak penjual akan
menaikkan harga dari barang tersebut. Kedua, seorang kreditor memberikan
pinjaman uang pada debitor berdasarkan ketentuan waktu dan debitor diharuskan
untuk membayar lebih dari jumlah pokok hutang.
Hal
inilah yang membuat bank-bank konvensional mengkonversi diri menjadi bank
Syari’ah. Perilaku keagamaan, apa lagi menyangkut ekonomi tentu harus di
lakukan dengan pertimbangan matematis, ekonomis, rasional. Namun demikian watak
ekonomis yang rasional hendaknya tidak mengalahkanreligiusitas dengan hanya
mementingkan target ekonomis belaka.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
prinsip Bank Syariah?
2.
Bagaimana
ketentuan hukum perubahan Bank Konvensional menjadi Bank Syariah?
3.
Bagaimana
pengaturan konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah ditinjau dari hukum
positif dan hukum Islam?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
prinsip Bank Syariah
2.
Mengetahui
ketentuan hukum perubahan Bank Konvensional menjadi Bank Syariah
3.
Mengetahui
pengaturan konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah ditinjau dari hukum
positif dan hukum Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prinsip
Bank Syariah
Perbankan Syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perbankan
Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi
ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Yang dimaksud dengan “demokrasi
ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Sementara, yang dimaksud dengan
“prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna
mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Prinsip Syariah dalam Perbankan Syariah
Menurut
UU 10/1998, Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).[1]
Fungsi
Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni
sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya
terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya.
Bila
bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank
Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base
income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit
sharing). Disamping dilibatkannya Hukum
Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi
unik lainnya dari Bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah
diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat
multi-finance dan perdagangan. (Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi
Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya
pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan
prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli)
dan lain-lain.[2]
B.
Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Konvensional Menjadi Bank Syariah
Mengenai
hal perubahan bank konvensional menjadi bank syariah ini, Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 64/POJK.03/2016 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah (“Peraturan OJK
64/2016”) mengatur bahwa Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan
usaha menjadi Bank Syariah. Tetapi Bank Syariah dilarang melakukan perubahan
kegiatan usaha menjadi Bank Konvensional.
Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dapat dilakukan:
1. Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum
Syariah; atau
2. Bank
Perkreditan Rakyat (“BPR”) menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (“BPRS”).
Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah hanya dapat dilakukan
dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. Pemberian izin ini dilakukan dalam bentuk izin
perubahan kegiatan usaha.
Rencana perubahan kegiatan usaha
Bank Konvensional menjadi Bank Syariah harus dicantumkan dalam rencana bisnis
Bank Konvensional. Bank Konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha
menjadi Bank Syariah harus:
1. menyesuaikan anggaran dasar;
2. memenuhi persyaratan permodalan;
3. menyesuaikan persyaratan Direksi dan Dewan
Komisaris;
4. membentuk Dewan Pengawas Syariah (“DPS”);
dan
5. menyajikan laporan keuangan awal sebagai
sebuah Bank Syariah.
Penyesuaian
anggaran dasar mengacu pada Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan
Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.[3]
C.
Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Perubahan
Kegiatan Menjadi Bank Umum Syariah
Bank Umum Konvensional yang akan melakukan
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah harus memenuhi ketentuan
mengenai permodalan Bank Umum Syariah. Selain itu, Direksi dan Dewan Komisaris
Bank Umum Syariah harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai Bank Umum
Syariah.
Bank Umum Konvensional yang akan melakukan
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah harus membentuk DPS. Calon
anggota DPS harus memenuhi persyaratan DPS sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai Bank Umum Syariah.
Tata cara
perizinan perubahan kegiatan usaha:
1.
Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Bank Konvensional
disertai dengan antara lain:
a. misi dan visi perubahan kegiatan usaha
menjadi Bank Syariah;
b. rancangan perubahan anggaran dasar;
c. nama dan data identitas dari calon PSP,
calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS;
d. rencana bisnis Bank Syariah;
e. studi kelayakan mengenai peluang pasar
dan potensi ekonomi; dan
f. rencana penyelesaian hak dan kewajiban
nasabah.
2. Bank
Konvensional yang mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha harus
memberikan penjelasan mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha
menjadi Bank Syariah.
3.
Perubahan anggaran dasar harus dimintakan persetujuan kepada instansi yang
berwenang.
4.
Permohonan kepada instansi yang berwenang dapat dilakukan bersamaan dengan
pengajuan permohonan izin perubahan kegiatan usaha.
5.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi
Bank Syariah wajib mencantumkan secara jelas:
a. kata “Syariah” pada penulisan nama; dan
b. logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor,
dan jaringan kantor Bank Syariah.
6.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi
Bank Syariah wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal izin perubahan
kegiatan usaha diberikan.
7.
Apabila setelah jangka waktu Bank Syariah hasil perubahan kegiatan usaha belum
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, maka izin perubahan
kegiatan usaha yang telah diberikan akan ditinjau kembali.
8.
Rencana pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib diumumkan
kepada masyarakat paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal pelaksanaan.
9.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi
Bank Syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, kecuali
dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara
konvensional.
10.Bank
Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi Bank
Syariah wajib menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara
konvensional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin
perubahan kegiatan usaha diberikan.
11.Batas
waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dalam
hal penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional
belum dapat diselesaikan yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat
dihindari (force majeur) atau pertimbangan lain yang dapat diterima.[4]
D.
Pengaturan Konversi Bank Konvensional
Menjadi Bank Syariah Ditinjau Dari Hukum Positif
Seiring dengan perkembangan bank di
Indonesia, telah banyak bermunculan bank konvensional yang mengubah kegiatan
usahanya menjadi bank syariah. Pendirian bank syariah ini tentunya bedasarkan
prinsip syariah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah mengartikan bank syariah sebagai bank yang
melaksanakan kegiatan usahanya bedasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri dari bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.
Dalam Peraturan Bank Indonesia nomor
7/26/PBI/2005 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia nomor
2/8/PBI/2000 pasal 1, Bank syariah adalah bank umum yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk Unit Usaha Syariah (UUS) dan kantor
cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja di kantor
pusat bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang Syariah dan atau unit
Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu Syariah dan atau unit Syariah
.
Bank umum konvensional yang ingin
mengubah kegiatan usahanya menjadi bank yang berdasarkan prinsip syariah harus
memenuhi ketentuan yang terdapat pada PBI No.09/7/PBI/2007 jo PBI
No.8/3/PBI/2006, yaitu harus dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia5.
Dengan mencantumkan rencana perubahan tersebut dalam bisnis bank. Pemberian
izin tersebut dilakukan dalam 2 tahap yaitu persetujuan perubahan kegiatan
usaha dan persetujuan prinsip.
Pemisahan adalah pemisahan usaha dari
satu Bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pemisahan sebagaimana telah disebutkan di atas dapat
dilakukan secara sukarela atau menjadi sesuatu yang wajib dalam hal UUS bank
konvensional telah memenuhi persyaratan tertentu. Pemisahan secara sukarela
terhadap UUS sedang dilaksanakan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
“Tbk”. Proses yang dilaksanakan mengalami kendala, karena hingga saat ini belum
ada peraturan operasionalnya baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 maupun Peraturan Bank
Indonesia. Pemisahan (spin-off) yang merupakan kewajiban di atur dalam
Ketentuan
Peralihan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yakni:
a) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS
yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan
Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.
b) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan
sanksi bagi Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Berdasarkan ketentuan
dimaksud dapat kita
simpulkan bahwa pada hakikatnya arah perkembangan sektor
perbankan di Indonesia adalah menuju sistem perbankan syariah yang lebih
berkualitas dari sisi pengelolaan dan ketaatan terhadap syariah. Hal ini juga
diperkuat oleh ketentuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 ayat (6), (7), dan
(8) yang intinya menyatakan bahwa Bank Konvensional hanya dapat mengubah
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank Indonesia. Lebih
lanjut disebutkan bahwa Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
tidak dapat dikonversi menjadi Bank yang konvensional.
E.
Pengaturan Konversi Bank Konvensional
Menjadi Bank Syariah Ditinjau Dari Hukum Islam
Seluruh ketentuan hukum Islam
bidang perdata kini telah menjadi hukum positif di Indonesia. Sumber utama
hukum Islam Perdata (hukum materiilnya) di Indonesia adalah Al-Quran dan
Hadits, yang penafsirannya juga dijabarkan dengan undang-undang terkait,
Kompilasi Hukum Islam, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Fatwa-fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, serta yurisprudensi. Secara umum,
sumber hukum Islam menurut mazhab Syafi‟i adalah Al-Quran,
As-Sunnah (Hadits), Ijma‟ dan Qiyas.
Eksistensi bank syariah selain
sebagai implementasi akidah bagi umat Islam, juga mempunyai argumentasi ekonomi
yang ilmiah. Hal itu juga dapat dibaca secara utuh dalam UU Perbankan Syariah,
terutama dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan pasal per pasalnya, yang secara
substansial bertentangan dengan prinsip bank konvensional
Kegiatan usaha bank
konvensional di Indonesia secara normatif dapat dilihat dalam pasal 6 dan 13
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan).
Diantara usaha-usaha bank konvensional tersebut, yang biasa dikenal masyarakat
umum adalah penyimpanan dana masyarakat dengan memberikan bunga simpanan. Dana
simpanan masyarakat ini selanjutnya termasuk yang dipinjamkan kepada masyarakat
kembali dengan bunga pinjaman (utang). Dalam hal ini bank juga mengambil untung
dari spread atau selisih bunga pinjaman dengan bunga simpanan yang disebut
margin bunga.
Sistem bunga dalam bank
konvensional merupakan bagian atau komponen sistem keuangan kapitalisme. Sifat
spekulasi (gharar) sistem bunga dalam perbankan konvensional tidak hanya
bergantung pada faktor-faktor internal bank dan faktor hubungan dengan
kesehatan ekonomi nasabahnya, tetapi juga terkait dengan sistem ekonomi
kapitalisme di dunia yang liberal dan spekulatif.
Prinsip-prinsip
perbankan syariah juga diuraikan dalam penjelasan pasal 2 UU Perbankan Syariah
yang menjelaskan:
Kegiatan usaha
yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak
mengandung unsur:
1) riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak
sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak
sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi
pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan
dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
2) maisir, yaitu transaksi yang digantungkan
kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
3) gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak
jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
4) haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang
dalam syariah; atau
5) zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan
ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka hukum perbankan syariah
memberi dasar bahwa kegiatan perbankan syariah atas dasar ekonomi riil dengan
cara berbagi hasil (return) dan risiko (risk). Para penyimpan dana di bank
syariah tidak memperoleh bunga tetapi mendapatkan bagi hasil dari bank, sebab
dananya dipergunakan oleh bank untuk pembiayaan-pembiayaan usaha riil dari
nasabah yang menerima penyalurannya untuk investasi atau pembelian aset.
Namun, pada praktiknya
pelaksanaan manajemen aset dari mudharabah dan musyharakah seringkali tidak
sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan
melalui kegiatan investasi pada aset riil. Pada kenyataannya pengelolaan aset
pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah BI.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Prinsip
Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal (musharakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
2. Bank
Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah.
Tetapi Bank Syariah dilarang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank
Konvensional.
3. Bank
Umum Konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank
Umum Syariah harus memenuhi ketentuan mengenai permodalan Bank Umum Syariah.
Selain itu, Direksi dan Dewan Komisaris Bank Umum Syariah harus memenuhi
ketentuan yang mengatur mengenai Bank Umum Syariah.
4. Pengaturan konversi bank
Konvensional menjadi bank Syariah ditinjau dari hukum positif, yakni bahwa Bank
umum Konvensional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank yang
berdasarkan prinsip syariah harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada PBI
No.09/7/PBI/2007 jo PBI No.8/3/PBI/2006, yaitu harus dengan izin dari Dewan
Gubernur Bank Indonesia. Dengan mencantumkan rencana perubahan tersebut dalam
bisnis bank. Pemberian izin tersebut dilakukan dalam 2 tahap yaitu persetujuan
perubahan kegiatan usaha dan persetujuan prinsip.
5. Pengaturan konversi bank
Konvensional menjadi bank Syariah ditinjau dari hukum Islam yakni, bahwa dari
segi modal bank syariah yang berasal dari saham korporasi bank Konvensional
yang merupakan dana riba akan mengakibatkan kapital bank syariah dan hasil
kegiatan usahanya juga menjadi riba yang diharamkan menurut hukum Islam.
Demikian pula kerjasama kegiatan usaha bank Konvensional dengan bank Syariah
bertentangan dengan hukum Islam karena dalam hukum Islam terdapat hukum
larangan tolong-menolong (kerjasama) dalam perbuatan dosa atau salah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt59cc5aa47db6f/prosedur-perubahan-kegiatan-usaha-bank-konvensional-menjadi-bank-syariah#_ftn4,
Prosedur Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Konvensional Menjadi Bank Syariah diakses pada 12 Februari 2018
http://konsultasi-hukum-online.com/2013/05/penerapan-prinsip-syariah-dalam-produk-perbankan-syariah/,
Penerapan Prinsip Syariah dalam Produk
Perbankan Syariah diakses pada 13 Februari 2018
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/regulasi-perbankan-syariah/Documents/Pages/POJK-tentang-Perubahan-Kegiatan-Usaha-Bank-Konvensional-Menjadi-Bank-Syariah/SAL%20-%20POJK%20Perubahan%20Kegiatan%20Usaha%20Bank%20Konvensional%20Menjadi%20Bank%20Syariah.pdf,
PJOK tentang Perubahan Kegiatan Usaha
Bank Konvensional menjadi Bank Syariah diakses pada 12 Februari 2018
https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4591/JURNAL.pdf?sequence=1,
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah Ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam diakses pada 12
Februari 2018
[1] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt59cc5aa47db6f/prosedur-perubahan-kegiatan-usaha-bank-konvensional-menjadi-bank-syariah#_ftn4, Prosedur Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah diakses pada 12 Februari 2018
[2] http://konsultasi-hukum-online.com/2013/05/penerapan-prinsip-syariah-dalam-produk-perbankan-syariah/, Penerapan Prinsip Syariah dalam Produk Perbankan Syariah diakses
pada 13 Februari 2018
[3] Ibid
[4] http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/regulasi-perbankan-syariah/Documents/Pages/POJK-tentang-Perubahan-Kegiatan-Usaha-Bank-Konvensional-Menjadi-Bank-Syariah/SAL%20-%20POJK%20Perubahan%20Kegiatan%20Usaha%20Bank%20Konvensional%20Menjadi%20Bank%20Syariah.pdf, PJOK tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional menjadi Bank
Syariah diakses pada 12 Februari 2018
[5]https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4591/JURNAL.pdf?sequence=1, Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah Ditinjau dari Hukum
Positif dan Hukum Islam diakses pada 12 Februari 2018
No comments:
Post a Comment