Makalah Perusahaan Pembiayaan Syariah



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Dasar Perusahaan Pembiayaan Syariah
1.      Pengertian Perusahaan Pembiayaan Syari’ah
            Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.[1] Kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah :
a)      Sewa Guna Usaha (leasing)
b)      Anjak piutang (factoring)
c)      Usaha kartu kredit (credit card)
d)     Pembiayaan konsumen (consumer finance).
            Secara umum pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas dan pelayanan profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. Memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat memberikan konstribusi bagi pemegang saham dan kesejahteraan bagi karyawan.
            Perusahaan pembiayaan selain beroperasi mengunakan sistem konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dengan jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[2]

2.      Pendirian Perusahaan Pembiayaan
1.  Prosedur tata cara pendirian
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan syari’ah ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan, antara lain[3]:
a. Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan kepada Menteri Keuangan c.q Ketua Bapepam LK.
b. Selanjutnya dari ketua Bapepam LK, diteruskan ke Biro P3.
Biro P3 memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan izin usaha PP sesuai PMK No. 84/PMK.o12/2006. Jika lengkap, maka diteliti informasi Daftar Kredit Macet (DKM) dan Daftar Tidak Lulus (DTL) bagi direksi, komisaris, dan pemegang saham. Jika tidak termasuk DKM dan DTL maka Biro P3 memproses permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan sesuai ketentuan dalam PMK No. 84/PMK.012/2006 termasuk melakukan fit and proper test bagi Direksi dan Komisaris.
c. Selanjutnya Biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak permohonan izin usaha PP.
d. Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK Izin Usaha sebagai PP. Pemberian Izin Usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Ketua Bapepam LK.
e. Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai PP wajib melakukan  kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.
f. Melaporkan kegiatan usaha kepada Menteri Keuangan c.q Ketua Bapepam LK (Biro Perbankan, Pembiayaan, dan Penjaminan) selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha.

3.      Persyaratan Izin Usaha[4]
a. Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang, yaitu Departemen Hukum dan HAM.
b. Data Direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan Pengawas. Direksi dan komisaris atau pengurus dan pengawas nantinya akan di uji fit propertest.
c. Data pemegang saham atau anggota.
d. Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi dan personalia.
e. Fotokopi bukti perlunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha.
f. Rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama.
g. Bukti kesiapan operasional.
h. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan.
i. Pedoman untuk Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).
4.      Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan Syari’ah.
Pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan secara kelembagaan dilakukan oleh Menteri Keuangan yang meliputi penarikan pinjaman luar negri, penyaluran pinjaman yang bersumber dari perbankan, penerbit surat sanggup bayar (promiss ory notes), kualitas aktiva produktif dan kebenaran serta kelengkapan laporan. Sedangkan pembinaan dan pengawasan dari sisi pemenuhan prinsip Syari’ah dilakukan oleh dewan Syari’ah Nasional-MUI yang menempatkan dewan pengawas syari’ah (DPS) dimasing-masing perusahaan pembiayaan syari’ah.
Pada perusahaan pembiayaan syari’ah pengawasan dan pembinaan yang dilakukan meliputi :
Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah wajib diperoleh berdasarkan prinsip syari’ah. Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syari’ah wajib diperhitungkan sebagai komponen dalam menghitung Gearing Ratio perusahaan pembiayaan. Sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha yang lainnya baik dari dalam maupun luar negeri dengan mengunakan akad yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
Adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi :
a. Pendanaan Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investmant), yaitu pendanaan yang diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana ( sahibul mal ), dimana sahibul mal tersebut membiayai 100% (seratus per seratus) modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
b. Pendanaan Mudharabah Musyarakah yang diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
c. Pendanaan Mudharah Musyarakah yang diperoleh perusahaan pembiayaan melaui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasma investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
d. Pendanaan Musyarakah (equity participation) yang dipeoleh perusahaan pembiayaan melaui akad kerja sama dengan pihak lain untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditangung bersama sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
e.  Pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah.[5]

B.       Perusahaan Leasing Syariah
     Sewa guna usaha (leasing) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syari’ah. Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyal Bitamlik. Akad Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jjir) tanpa dikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan Ijarah muntahiyal bi al-Tamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.[6] Adapun prosedur transaksi leasing syari’ah secara umum adalah :
i. Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purna jual atas barang.
ii. Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas suatu barang modal di mana lessee dapat meminta lessee quotation. Pihak lessor (perusahaan pembiayaan) kemudian meneliti kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.
iii. Jika permohonan lesse diterima maka pihak lessee dan lessor bertemu untuk menandatangani perjanjian serta baiaya–biaya yang harus dibayar oleh lessee.
iv. Selanjutnya pihak lessor melakukan pemesanan kepada supplier sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang di inginkan oleh lessee dan membayar sesuai pembayaran.
v. Pihak supplier mengirimkan barang sesuai dengan surat pesanan dan surat bukti pembayaran kepada lessee.
vi. Penyerahan dokumen atas supplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
vii. Pembayaran lessor kepada supplier.
viii. Pembayaran angsuran secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dimiliki.

C.      Anjak Piutang Syariah (Factoring)
Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak piutang maksudnya piutang yang dialihkan, sedangka pengertian anjak pitang berdasarkan surat Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan angka jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri” . Selanjutnya pengertian anjak piutang tersebut diatas dipertegas dengan ketentuan surat Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa “kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk Pembelian dan atau pengalihan, dan Pengurusan.
Sedangkan dalam peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014 Tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan menjelaskan anjak piutang (Fatoring) “adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang  usaha suatu perusahaan berikut pengurus atas piutang tersebut.” Berkaitan dengan defenisi anjak piutang tersebut, dalam kegiatan anjak piutang yang dilakukan di Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yakni :
1. Transaksi anjak piutang daat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu anjak piutang dengan pembiayaan (financing activity), yaitu dalam bentuk pembelian dan atau penagalihan piutang dan anjak non-pembiayaan (non-financing activity) yaitu dalam bentuk pengurusan piutang atau tagihan.
2. Transaksi anjak piutang dapagt dilakukan untuk transaksi perdagangan domestik (anjak piutang domestik) dan transaksi perdagangan antar negara atau ekspor/impor (anjak piutang internasional)
3. Objek anjak piutang adalah piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari suatu perdagangan dalam atau luar negeri
4. Pembiayaan anjak piutang hanya dapat dilakukan kepada perusahaan, bukan kepada individu atau orang-perorangan.
Fungsi dan manfaat factoring:
a. Factoring berkaitan dengan masalah piutang clien. Dalam hal ini, factor berfunsi menangani masalah atau mangambil alih piutang tersebut, dan menagih pembayarannya pada debitur setelah oiutang jatuh tempo.
b. Itu berarti factor  bertanggung jawab atas piutang klien dan membebaskan client dan membebaskan client dari resiko kerugian. Sementara itu, manfaat factoring dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu sebagai berikut :
     1. Bagi perusahaan nasabah
         a)   Factoring dapat menolong “cash flow” perusahaan yang melakukan penjualan secara kredit sehingga dana yang diperoleh dari penjulan piutang kepada perusahaan anjak piutang akan memperlancar kegiatan produksi, dibandingkan apabila produsen tersebut menagih sendiri kepada kreditor.
b)  Bagi perusahaan yang berkembang sangat pesat dan belum daoat diimbangi dengan divisi kredit, dengan menggunakan jasa perusahaan anjak piutang, perusahaan yang bersangkutandapat berkonsentrasi dalam meningkatkan usahanya.
        c)  Factoring dapat memperlancar perputaran modal kerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba.
        d) Factoring dapat mendorong dunia usaha untuk lebih kompetitif lagi sebab nasabah perusahaan anjak piutang akan bebas melakukan transaksi perdagangan atas dasar “open account”, baik didalam maupun luar negeri.
         e) Perusahaan anjak piutang merupakan usaha yang dapat melindungi nilai terhadap risiko yang mungkin terjadi karena pelanggan mengalami kesulitan likuiditas.
  2. Secara Makro Perusahaan anjak piutang yang melakukan pengambilalihan piutang secara pre payment (pembayaran di muka) akan membawa efek money multipler sehingga dapat meningkatkan percepatan uang beredar (velocity of money) yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada prinsip-prinsipnya anjak piutang (factoring) memberikan manfaat antara lain :
a. Pembayaran piutang lebih cepat dari jatuh tempo
b. Menambah dana segar perusahaan
c. Dapat membantu peningkatan keuntungan dan laba


Dalam Islam Anjak Piutang biasa disebut juga dengan Hawalah adapun hadis yang terkait dengan Hawalah tersebut  yaitu :
Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn. Majah dari „Amr bin „Auf al-Muzani, Nabi Muhammad S.A.W bersabda :
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” 
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: 
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah satu kezaliman. Dan jika salah seorang di antara kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu, terimalah hawalah itu.” 
Pada hadis ini Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang yang mampu/kaya, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan (muhal‟alaih).”
Sedangkan Menurut  Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia  menjelaskan Anjak Piutang secara syariah adalah pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak yang berutang atau pihak yan ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah.13 Dalam fatwa tersebut juga dijelaskan mengenai ketentuan akad Anjak Piutang yaitu:
1. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang secara Syariah adalah Wakalah bil Ujrah.
2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak berhutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang. 3. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar. 4. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang. 5. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh ujah/fee. 6. Besar ujah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok piutang. 7. Pembayaran ujarah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai kesepakatan dalam akad. 8. Antara akad Wakalah bil Ujarah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan.
Kemudian Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tesebut menjelaskan jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[7]

D.      Pembiayaan Konsumen Syariah
     Pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk mengadakan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi terdiri dari kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Konsumsi dalam ekonomi Islam dapat didefinisikan dengan mengonsumsi sesuatu yang baik, halal dan bermanfaat bagi manusia, pemanfaatan segala anugrah Allah SWT. di muka bumi atau sebagai sebuag kebajikan karena kenikmatan yang diciptakan Allah untuk manusia adalah wujud ketaatan kepada Allah SWT. Akan tetapi, tidak berarti seorang konsumen daat mengonsumsi segala barang yang dikehendaki, tanpa memperhatikan kualitas dan kemurniannya, atau mengonsumsi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, dalam konsumsi, prinsip dasar yang harus dijadikan acuan adalah kebenaran, kesucian, kesederhanaan, kemaslahatan dan akhlak. Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan syarah dapat melakukan pmbiayaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran dengan menggunakan akad yang ditetapkan oleh syariat.
     Pada prinsipnya, pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah, salam dan istisna. Secara umum prosedur pembiayaan konsumen syariah dilakukan sebagai berikut:
1. Pihak konsumen menghubungi perusahaan pmbiayaan untuk mengajukan permohonan pembiayaan yang bersifat konsumtif
2. Perusahaan pembiayaan dan konsumen menyepakati kontrak sesuai dengan akad yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dalam dokumen tertulis yang secara jelas menerangkan syarat dan ketentuan yang disepakati
3. Penyerahan barang kepada konsumen sesuai dengen permohonan konsumen
4. Konsumen membayar kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan kesepakatan kontrak.[8]

E.       Kartu Kredit Syariah
     Kartu kredit syariah atau yang lazim disebut bithaqah al-l’timan adalah kartu kredit yang pada dasarnya berfungsi sebagaimana kartu kredit lainnya serta terikat dengan peraturan yang berlaku dan dijalankan dengan prinsip serta kebijakan yang bersifat syariah. Hal ini diatur dalam ketentuan Umum fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang kartu kredit syariah.
     Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa semua aturan dan juga kebijakan yang diterapkan di dalam kartu kredit syariah merupakan ketentuan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional dan juga MUI. Kebijakan-kebijakan inilah yang menjadi perbedaan antara kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional lainnya, meskipun dari sisi hukum dan aturan pemerintah keduanya tetap menjalankan aturan yang sama. Kartu kredit syariah juga memiliki fungsi yang sama dengan kartu kredit konvensional, di mana kita bisa memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan transaksi pembelanjaan dan juga penarikan tunai di mesin ATM.

Akad dalam Kartu Kredit Syariah
     Kartu kredit syariah dijalankan dengan menggunakan prinsip yang Islami, maka hal tersebut tentu akan membuatnya berbeda dengan kartu kredit konvensional yang dijalankan dengan menggunakan berbagai macam ketentuan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan dan juga bank penerbit kartu kredit. Hal ini tentu saja menjadi sebuah nilai lebih bagi nasabah yang menggunakannya, karena mereka bisa menggunakan fasilitas kartu kredit yang memang benar-benar sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah.
     Salah satu hal yang membedakan kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional adalah tidak adanya bunga di dalam kartu kredit syariah, namun terdapat penerapan akad yang di dalam kartu kredit syariah. Terdapat  beberapa akad yang diterapkan di dalam kartu kredit syariah, antara lain:
1.      Kafalah
       Akad kafalah atau yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai penjamin transaksi, artinya bank selaku penerbit kartu kredit akan bertindak sebagai pihak penjamin di dalam berbagai macam transaksi yang dilakukan oleh nasabah selaku pemegang kartu terhadap merchant dan/atau atas kegiatan penarikan tunai yang dilakukan di mesin ATM selain milik bank penerbit kartu kredit tersebut. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa, dalam hal ini bank bertindak sebagai penjamin nasabah yang artinya bank memberikan jaminan tersebut kepada pihak merchant.

2.      Qardh
      Akad qardh adalah pemberian pinjaman yang dilakukan oleh pihak bank kepada pihak nasabah selaku pengguna kartu kredit, untuk mengambil sejumlah uang tunai melalui kartu kredit syariah yang dimilikinya pada mesin ATM.
3.      Ijarah
                        Akad Ijarah merupakan sejumlah biaya keanggotaan (iuran tahunan) yang dikenakan oleh bank kepada nasabah selaku pemegang kartu kredit syariah. Hal ini dipungut sebagai bentuk imbal jasa atas layanan yang telah diberikan oleh bank dalam bentuk kartu kredit syariah.
4.      Sharf
      Akad sharf merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank untuk nasabahnya melakukan transaksi keuangan dalam mata uang asing. Hal ini akan digunakan, terutama jika nasabah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri.[9]

Keunggulan kartu kredit syariah:
a.       Didukung MasterCard, Jadi Bisa Dipakai Di Seluruh Dunia
b.      Biaya Administrasi di Merchant Lebih Rendah
c.       Denda Dialihkan Ke Sektor Sosial
d.      Sudah Difatwakan, Tidak Perlu Takut Melanggar Aturan Agama[10]


[1] Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan yang diubah dengan Keputusan Menteri Keungan No. 172/KMK.06/2002, dan PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
[2] Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER-03/BL/2007/tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah dan NO. PER-04/BL/2007
[3] Andri Soemitra, Bank&Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta, Kencana, 2009), Eds 1, Cet. 1. hlm. 333-334
[4] Ibid, hlm 334-337
[5] Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
[6] Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pembiayaan Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa al-Iqtina’. Lih. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Eds. 2, PT Intermasa, Jakarta, 2003, hlm. 164.

No comments:

Post a Comment

Sistem Operasional Asuransi Syariah

Sistem Operasional Asuransi Syariah   Oleh Amalia Damayanti NIM : 2016470094 Elya Nurhidayah NIM : 2016470102   A.      Pend...